Kamis, 21 November 2013

Nasihat Untuk Para Pencari Ilmu Oleh AL-FADHIL AL-WALID SHEIKH MUHAMMAD NURUDDIN MARBU ABDULLAH AL-BANJARI AL-MAKKI

  • Jangan tersilau dengan gelar PhD atau MA dan sebagainya. Penubuhan al Ma’hadul 'All Littafaqquh Fiddin ini untuk mendapat redha Allah dan membawa misi dan visi Nasratu Dinillah Taala dan adda‘watu ilallah Menuntut ilmu untuk menolong agama Allah, bukan untuk sijil, syahadah atau untuk dunia serta pangkat.
  • Terlalu murah kalau dengan ilmu hanya untuk mendapat gaji lumayan. Kalau belajar hanya untuk duit akan terhenti dengan duit, dapat duit tinggal ilmu.
  • Tanggungjawab kita lah terhadap ilmu di tanahair khususnya dan seluruh dunia umumya.
  • Siapkan diri untuk berkorban demi ilmu, agama. Ilmu untuk agama dan akhirat.
  • Bekerjalah untuk Islam, jangan biarkan musuh Islam mengukut tanah umat Islam dikeranakan ulama kita tidur sedang kita asyik bertengkar sesama sendiri.
  • Jadilah 'abidan lillah (hamba kepada Allah jangan 'abidan li makhluk (hamba kepada makhluk). Menuntut ilmu harus ikhlas baru berkat.
  • Berakhlaklah dengan guru yang kita mengaji dengannya. Mohon restu guru, dekati dan dampingi mereka merupakan kunci dan rahsia keberhasilan.
  • Hormatilah kitab-kitab, susun dengan baik dan terhormat, jangan letak sesuatu di atas kitab, membawa kitab jangan seperti menenteng ikan sahaja, dakapkan ke dada.
  • Akhlak juga harus besar sebagaimana besarnya kitab-kitab yang kita pelajari dan beramallah, jangan sampai belajar di kelas Tafaqquh tapi tak berminat untuk beramal.
  • Saya bukan seperti kebanyakan guru silat yang menyimpan langkah-langkah atau jurus-jurus maut yang mematikan dari diketahui murid-murid.

Senin, 18 November 2013

KONSPIRASI ANTARA SAUDI - WAHABI & D A J J A L




Keterangan Gambar :


1. Simbol Freemason
2. Simbol Illuminati Tatanan dunia baru
3. Mata Satu D A J J A L
4. Mata Satu Dewa Ra
5. Mordor yang mirip Clock Tower Mekah
6. Lambang Kepolisian Saudi
7. SIMBOL DAJJAL DI BATCH & LOGO INSTANSI SAUDI
8. Simbol sebuah perusahaan Saudi
9. Mata Satu di sebuah Madrasah Saudi
10. Clock Tower Mekah yang mirip Mordor
11. Tugu Geometri di Engineering Square di Jeddah
12. Simbol di kemetrian Kesenian dan kebudayaan Saudi
13. Simbol Askar Haji
14. Simbol Pustaka Syafi'i terbitan Wahabi
15. Tugu “JEDDAH EYE”.
16. Pin kerah baju Polisi Wahabi Saudi
17. Lambang Sekolah intelejen Saudi
18. Lambang Unit Pemantau Kecepatan Saudi
19. Vintage Saudi Arabia Police Enamel Cap Badge

OLEH KARENANYA..
WASPADALAH TERHADAP W A H A B I
WASPADALAH..!!
WASPADALAH..!!

Rabu, 23 Oktober 2013

NASIHAT UNTUK PARA AHLUL BAIT



WASIAT NENEK MOYANG "HABIB" 'UMAR AL-HAFIZ Berkata 'Ali r.a.: مَا كُنْتُ لأَدَعَ سُنَّةَ النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم لِقَوْلِ أَحَدٍ "Aku tidak akan meninggalkan sunnah Nabi shallallahu 'alaihi wasallam hanya kerana perkataan seseorang". [Sahih al-Bukhari 1563] @ http://sunnah.com/bukhari/25/49 Ini pula pesanan Nabi s.a.w. terhadap fitnah as-sarra' yang bakal dibawa oleh keturunan baginda sendiri pada akhir zaman, dekat dengan kedatangan Dajjal kerana sekadar berbangga dengan keturunan "ahlul bait", tapi tak mahu ikut ajaran Nabi s.a.w.: ثُمَّ فِتْنَةُ السَّرَّاءِ دَخَنُهَا مِنْ تَحْتِ قَدَمَىْ رَجُلٍ مِنْ أَهْلِ بَيْتِي يَزْعُمُ أَنَّهُ مِنِّي وَلَيْسَ مِنِّي وَإِنَّمَا أَوْلِيَائِيَ الْمُتَّقُونَ “..Kemudian, (akan muncul) FITNAH AS-SARRA', (iaitu) asapnya BERASAL DARI tapak kaki seseorang dari AHLUL BAITKU (keturunanku), DIA MENGAKU BAHAWA DIA dari (PENGIKUT)KU, padahal (DIA) BUKAN dari (PENGIKUT)KU, kerana sesungguhnya wali-waliku hanyalah orang-orang yang bertaqwa..” [Hadits SAHIH riwayat Abu Dawud (4242)] @ http://sunnah.com/abudawud/37/3 Jadi, hati-hatilah ya. Jangan Mudah terpedaya dengan keturunan mulia, sebab Nabi s.a.w., semulia-mulia makhluq, sendiri dah ingatkan yang akan ada dari keturunan baginda yang menyesatkan umat akhir zaman nanti, iaitu ketika hampirnya kedatangan al-Masih ad-Dajjal. p/s: Kalau Dajjal Besar mendakwa yang dia mampu menghidupkan orang-orang mati, Dajjal-Dajjal kecil ini mendakwa boleh menjelmakan roh Rasulullah s.a.w. yang hanya boleh dilihat oleh mereka. "Kartun" bukan? Malangnya, ramai yang percaya. WALLAHU a'lam.

Rabu, 02 Oktober 2013






 PESAN WALISONGO SUNAN KALIJOGO
1. Yen kali ilang kedunge : jika sungai sudah mulai kering… jika sumber air sudah mulai kering.. maksudnya jika para alim ulama sumber ilmu sudah mulai wafat satu persatu…maka ini alamat bahwa dunia mau dikiamatkan Allah SWT. Ulama diibaratkan seperti air yang menghidupkan hati2 manusia yang gelap tanpa cahaya hidayah..

2. Yen pasar ilang kumandange : Jika pasar sudah mulai diam.. maksudnya jika perdagangan sudah tidak dengan tawar-menawar karena banyaknya mall dan pasar swalayan yang berdiri. kata orang2 tua kita dahulunya semua pasar memakai sistem tawar menawar sehingga suaranya begitu keras terdengar dari kejauhan seperti suara lebah yang mendengung.. ini kalo aku boleh beri istilah adalah adanya kehangatan dalam social relationship dalam masyarakat.. tapi sekarang sudah hilang…biarpun kita sering ke plasa atau ke supermarket ratusan kali kita tidak kenal para pelayan dan cashier di tempat itu..

3. Yen wong wadon ilang wirange : Jika wanita sudah tidak punya rasa malu Belum menutup auratnya, dsb

4. Enggal-enggal topo lelono njajah deso milangkori ojo bali sakdurunge patang sasi, enthuk wisik soko Hyang Widi : Bermujahadah, susah payah berkelana dalam perjalanan ruhani guna memperbaiki diri atau perjalanan fisabilillah menjelajahi desa-desa/ negara-negara, menghitung pintu (bersilaturahim) jangan pulang2 sebelum selesai program 4 (empat) bulan, cari petunjuk, hidayah dan kepahaman agama dari Dzat yang Maha Kuasa..

Prof. DR. KH Imam Buchori Musliem, LC telah memberikan artikel tentang usaha dakwah para walisongo di nusantara yang diambil dari sumber kitab TARIKHUL AULIA’ yaitu dari kakek buyutnya sendiri Syeikh Maulana Murodi bin Abdulloh bin Husain bin Ibrohim Al-Asy’ari, sekitar 421 tahun yang lalu.


SEMBOYAN DA'WAH WALISONGO


Para Walisongo mempunyai semboyan yang terekam hingga saat ini adalah :

1. Ngluruk Tanpo Wadyo Bolo / Tanpa pasukan tentara : Berdakwah dan berkeliling kedaerah lain tanpa membawa pasukan. Jangan yakin dengan banyaknya jumlah kita, yakin dengan pertolongan Allah swt.

2. Mabur Tanpo Lar/Terbang tanpa Sayap : Kita bergerak jumpa umat dari orang ke orang. jumpa ke rumah-rumah mereka. Pergi kedaerah nan jauh walaupun tanpa asbab/ sebab yang nampak.

3. Mletik Tanpo Sutang/Meloncat Tanpa Kaki : Pergi kedaerah yang sulit dijangkau seperti gunung-gunung juga tanpa sebab yang kelihatan. Niat untuk dakwah keseluruh alam, Allah swt yg berangkatkan kita bukan asbab-asbab dunia seperti harta dsb…

4. Senjoto Kalimosodo : Kemana-mana hanya membawa kebesaran Allah SWT. selalu mendakwahkan kalimat iman, mengajak umat pada iman dan amal salih….(Kalimosodo : Kalimat Shahadat)

5. Digdoyo Tanpo Aji : Walaupun dimarahi, diusir, dicaci maki bahkan dilukai fisik, perasaan dan mentalnya namun mereka seakan-akan seperti orang yang tidak mempan diterjang bermacam-macam senjata. Kita dakwah, Allah swt akan Bantu (jika kalian Bantu Agama Allah, maka pasti Allah akan tolong kalian dan Allah akan menangkan kalian)

6. Perang Tanpo tanding : Dalam memerangi nafsunya sendiri dan mengajak orang lain supaya memerangi nafsunya. Tidak pernah berdebat atau bertengkar. dakwah dengan hikmah, kata-kata yg sopan, ahlaq yg mulia dan doa menangis-menangis pada Allah agar umat yg kita jumpai dan umat seluruh alam dapat hidayah….bukan dengan kekerasan…. Nabi saw bersabda yg maknanya kurang lebih : ‘Haram memerangi suatu kaum sebelum kalian berdakwah (berdakwah dgn hikmah) kepada mereka”

7. Menang Tanpo Ngesorake/Merendahkan : Mereka ini walaupun dengan orang yang senang, membenci, mencibir, dan lain-lain akan tetap mengajak dan akhirnya yang diajak bisa mengikuti usaha agama dan tidak merendahkan, mengkritik dan membanding-bandingkan, mencela orang lain bahkan tetap melihat kebaikannya.

8. Mulyo Tanpo Punggowo : Kemuliaan hanya dalam Iman dan Amalan agama bukan dengan banyaknya pengikut. Dimulyakan, disambut, dihargai, diberi hadiah, diperhatikan, walaupun mereka sebelumnya bukan orang alim ulama, bukan pejabat, bukan sarjana ahli tetapi karena menjadi Da’i yang menjadikan dakwah maksud dan tujuan hidup, maka Allah swt muliakan mereka.

9. Sugih Tanpo Bondo : Mereka akan merasa kaya dalam hatinya. Keinginan bisa kesampaian terutama keinginan menghidupkan sunnah Nabi, bisa terbang kesana kemari dan keliling dunia melebihi orang terkaya didunia. Jangan yakin pada harta….kebahagiaan dalam agama, dakwah jangan bergantung dgn harta

10. Kuncara Tanpo Woro-woro : Menyebar, terkenal tanpa gembar-gembor, propaganda, iklan-iklan dsb

artinya bergerak terus jumpa umat, kerja untuk umat, kerja untuk Agama dengan ikhlas karena mengharap Ridho Allah swt, tidak perlu disiar-siarkan atau di umum-umumkan. Allah sajalah yang menilai perjuangan kita.


Jumat, 20 September 2013

MENJAWAB FATWA SESAT WAHABI SALAFI MENCIUM TANGAN KYAI ATAU ULAMA

HUKUM MENCIUM TANGAN KYAI ATAU ULAMA
(Diskusi Salafi Wahabi tentang "tradisi" cium tangan Kyai/Ulama)

Belakangan kelompok yang mengaku membawa jargon “basmi TBC” semakin menyebar di masyarakat kita. Mereka tidak sadar, sebenarnya meraka sendiri yang terkena “TBC”. Label mereka “Salafiyyah”, padahal sebenarnya mereka “Talafiyyah” (kaum perusak). Di antara masalah yang mereka pandang sebagai bid’ah sesat, bahkan sebagian mereka menyebutnya sebagai perbuatan syirik, adalah masalah “cium tangan seorang Kyai atau Ulama”. Tanpa alasan yang jelas mereka mengatakan bahwa mencium tangan seorang Kyai atau Ulama adalah perbuatan bid’ah, bahkan mendekati syirik, dengan alasan bahwa hal tersebut akan menimbulkan kultus individu.

Kita simak dulu diskusi antara Salafi Wahabi (Sawah) dengan orang Aswaja

Aswaja :”Kenapa anda menentang praktik cium tangan disaat bersalaman?”
Sawah :”Iya, karena itu tidak ada tuntunannya !!
Aswaja :”Lah, maksudnya tuntunannya siapa mas?”
Sawah :”Ya nabi kita Muhammad dong !!
Aswaja :”Kok bisa begitu? Inikan bukan ibadah? Bukan lagi masalah agama?”
Sawah :”Iya, tapi ngapain hingga mencium tangan seperti itu segala?”

Saya:”Mas.. kami melakukan ini sebagai bentuk penghormatan… saya kira ini masalah akhlakul karimah?”
Sawah :”Kalau anda menganggap ini termasuk akhlakul karimah, maka anda harus meniru orang yang akhlaknya paling mulia dimuka bumi ini, yaitu Nabi Muhammad !!

Aswaja :”Ok… ini mas saya menemukan sebuah hadits yang berhubungan dengan masalah ini, yaitu:
Cerita Ibnu Umar bersama sahabat yang lain, mereka mencium tangan Nabi?”
Sawah :”Yang ceritanya mereka lari dari peperangan itukah?

inilah hadits yang saya maksud itu:

Dari Ibnu Umar ra. Dia bercerita disaat dia menjadi salah satu pasukan infantri Rasulullah saw. Dia menuturkan:” Pada suatu hari kami berada dalam suatu pertempuran. Orang orang pada berlari menjauh dari peperangan tersebut karena mengalami keadaan yang delematis dan saya termasuk dari mereka itu. Kemudian dia melanjutkan ceritanya:”Kemudian kami semua akhirnya duduk untuk menghadap kepada baginda Rasulullah saw menjelang shalat subuh. Lalu keluarlah Rasul hendak menunaikan shalat subuhnya, maka kami berdiri dan kami berkata:” :”Kami orang orang yang lari (dari peperangan)pent. Kemudian nabi menghampiri kami seraya berkata:”Tidak !! tapi kalian adalah orang orang yang mundur/lari, tapi untuk bergabung dengan yang lain (siasat perang-pent). Ibnu Umar ra berkata:”Maka kami langsung mendekati beliau lalu kami mencium tangannya.

Aswaja :”Iya mas… bagaimana tuh?” saya kira ini sudah jelas?”
Sawah :” Hadis diatas diriwayatkan oleh Abi Dawud (2647)
Imam Tirmidzi (1716)
Imam Ahmad (2/70),
Imam Baihaqi (9/73)
Hadits ini lemah mas !! coba anda lihat dalam kitab “DHOIF ABI DAWUD” milik syekh Al Bani.

Aswaja :”Tapi hadits lemah khan boleh diamalkan?” setahu saya begitu…
Sawah :”Iya, tapi tidak bisa anda buat landasan hukum atau hujjah !!
Aswaja :”Lemahnya hadits ini terletak pada apanya mas?”
Dia:”Barangkali dari rawinya mas, anda cek aja langsung dalam kitabnya syekh Albani tsb. Kok repot !!
Aswaja :”Lantas bagaimana dengan hadits Tsabit yang mencium tangan sahabat Anas bin malik?” bukankah ini cukup untuk menjadi tendensi sebuah respek seorang Tabi’in terhadap sahabat Nabi?”
inilah hadits yang saya maksud itu:

Ibnu Uyaynah bercerita dari Ibnu Jad’aan: Tsabit bertanya kepada Anas bin malik ra:”Apakah anda pernah menyentuh Rasulullah saw dengan tangan anda?’Anas ra menjawab:”Ya!Maka si Tsabit langsung mencium tangannya.
Sawah :”Itu diriwayatkan oleh imam Ahmad dan itu derajatnya hadits dhoif juga mas !!
Aswaja :”Tapi hadits tersebut juga diriwayatkan oleh imam Bukhari dalam kitab Adabul Mufradnya…
Sawah :”Iya saya tahu, dalam kitab Bukhari yang berjudul Adabul Mufrad ada juga haditsnya yang dhoif, jadi hadits yang anda kemukakan itu statusnya lemah mas… coba anda lihat dalam kitab “DHO’IFU ADABUL MUFRAD hlm.973 karya syekh Albani.


Aswaja :”Mas ini saya ada hadits pamungkasku, mohon didengar dengan teliti dan seksama

“Abdurrahman bin Razin bercerita: Kami berjalan jalan di daerah Ribdzah kemudian ada yang mengatakan kepada kami: Disini Salmah bin Al Akwa’ tinggal (sahabat nabi) Kemudian saya mendatangi beliau. Saya mengucapkan salam kepadanya. Dia mengeluarkan tangannya seraya berkata:”Saya pernah berbai’at kepada Nabi dengan kedua tangan saya ini. Lantas dia mengulurkan telapak tangannya yang besar seakan akan seperti telapaknya unta, maka kami langsung berdiri meraih telapak tangan beliau kamudian kami menciumnya.

Aswaja :”Gimana mas?” Bukankah ini telah disebutkan oleh ibnu hajar dalam Fathul Barinya dengan mengakatan bahwa hadits ini “Hasan”.
Sawah :”Maaf, anda mengambil dari mana hadits tersebut?”
Aswaja :”Lha khan sudah saya bilang mas… coba anda cek kitab Fathul Bari milik ibnu hajar. Tepatnya juz 11 hlm.57.
Sawah :”Yang lain aja mas… dari kitab hadits apa gitu !!
Aswaja :”Hahahaha.. tidak punya kitab Fathul Bari ya mas?”
Sawah :”Sekali lagi saya tanyakan, kalau tidak dijawab, akan ku hentikan diskusi ini !!
Aswaja :”Wah… kok emosi gitu mas… sudahlah… apakah komentar derajat “HASAN” dalam hadits tersebut dari ibnu hajar masih belum bisa anda terima?”
Sawah :”Sudahlah… ada di kitab hadits mana hadits tersebut????
Aswaja :”Baiklah… coba anda buka kitab ADABUL MUFRAD hadits nomor 973.
Sawah :”Yaahhh… kitab Adabul Mufrad lagi…. Khan sudah saya bilang, meski itu karangannya imam Bukhari tapi tidak sama dengan kitab SHOHIH nya mas… jangan jangan nanti dhoif lagi !! hahaha..

Aswaja :”Mas…. Jangan ngomong terus dong… cepat lihat sana !!
Sawah :”Iya… ini sudah bisa aku temukan….
Aswaja :”Bagaimana?” apa komentar syekh Albani mengenai hadits tersebut?” katanya anda tadi punya kitab seleksi hadits Adabul Mufrad milik syekh Albani…?
Sawah :”Iya… beliau mengatakan hadits ini berderajat “HASAN”

Aswaja :’Hahahahha.. gimana mas, puaskah??? Masihkan anda berkomentar? Atau mau meremehkan?” berarti hadits tersebut tidak dhoif khan?”
Sawah :”iya yaaa…

Aswaja :”Hahahaha… saya kira diskusi kita ini selesai mas… Namun jika anda masih kurang puas dengan ini semua, anda tidak suka fenomena cium tangan dalam masyarakat kita, atau anda tidak suka dicium tangannya oleh orang lain, ya sudah… cukup anda diam… jangan menyalahkan mereka, bahkan jangan hingga membid’ahkan kami yang melakukan itu… Saya kira ini adalah sifat dan sikap terpuji anda dan golongan anda !!

Dan ternyata cium tangan saat berjabatan itu ada tuntunannya !!

Sawah:”iya… Assalamu’alaikum…
Aswaja:”Lho kok ???....
Wa’alaikumussalam…

MENGAPA SANTRI MENCIUM TANGAN KYAI/ULAMA ???

Mencium tangan para Kyai atau Ulama merupakan perbuatan yang dianjurkan agama. Karena perbuatan itu merupakan salah satu bentuk penghormatan kepada mereka.
Dalam sebuah hadits dijelaskan:

Dari Zari’ ketika beliau menjadi salah satu delegasi suku Abdil Qais, beliau berkata, Ketika sampai di Madinah kami bersegera turun dari kendaraan kita, lalu kami mengecup tangan dan kaki Nabi s.a.w. (H.R. Abu Dawud).

Dari Ibnu Jad’an ia berkata kepada Anas bin Malik, apakah engkau pernah memegang Nabi dengan tanganmu ini ?. Sahabat Anas berkata : ya, lalu Ibnu Jad’an mencium tangan Anas tersebut. (H.R. Bukhari dan Ahmad)

Dari Jabir r.a. sesungguhnya Umar mencium tangan Nabi.(H.R. Ibnu al-Muqarri).

Dari Abi Malik al-Asyja’i berkata : saya berkata kepada Ibnu Abi Aufa r.a. “ulurkan tanganmu yang pernah engkau membai’at Rasul dengannya, maka ia mengulurkannya dan aku kemudian menciumnya.(H.R. Ibnu al-Muqarri).

Dari Shuhaib ia berkata : saya melihat sahabat Ali mencium tangan sahabat Abbas dan kakinya. (H.R. Bukhari)
Atas dasar hadits-hadits tersebut di atas para ulama menetapkan hukum sunah mencium tangan, ulama, guru, orang shaleh serta orang-orang yang kita hormati karena agamanya.
Berikut ini adalah pendapat ulama :

1. Ibnu Hajar al-Asqalani
Imam Ibnu Hajar al-Asqalani telah menyitir pendapat Imam Nawawi sebagai berikut :
Imam Nawawi berkata : mencium tangan seseorang karena zuhudnya, kebaikannya, ilmunya, atau karena kedudukannya dalam agama adalah perbuatan yang tidak dimakruhkan, bahkan hal yang demikian itu disunahkan.
Pendapat ini juga didukung oleh Imam al-Bajuri dalam kitab “Hasyiah”,juz,2,halaman.116.

2. Imam al-Zaila’i
Beliau berkata :
(dibolehkan) mencium tangan seorang ulama dan orang yang wira’i karena mengharap barakahnya.

Wallahu a'lam....

Rabu, 18 September 2013





AMALAN YG MEMUDAHKAN DAN MEMPERSULIT REZEQI

Sayyidinal Imam Al-Muththalibiy Abu Abdillah Muhammad bin Idris Asy-Syafi'i رضي الله عنـه ato lebih dikenal dengan Imam Syafi'i رضي الله عنـه , beliau Hafal Al-Qur'an Al-Karim pada usia 7 Tahun, Hafal Kitab "Muwathhta' Malik" pada usia 10 tahun, dan menjadi Mufti pada usia 15 Tahun, menyebutkan bahwa ;

Ada 4 hal yg mendatangkan rezeqi, yaitu ;
1. Bangun Malam
2. Banyak Beristighfar di waktu sahur (Menjelang Subuh)
3. Selalu Bersedekah
4. Dan berdzikir pada awal siang (yakni pagi hari) dan pada akhir siang (yakni petang/sore hari).

Dan ada 4 hal yg mencegah (menghalangi) rezeqi, yaitu ;
1. Tidur di pagi hari
2. Sedikit melakukan Shalat
3. Malas
4. Dan Khianat

Sayyidina Abu Ja'far Nashiruddin bin Muhammad bin Muhammad bin Al-Hasan Ath-Thusi رضي الله عنـه, beliau seorang filosof dan sangat Alim dalam ilmu² Aqliyah dan memiliki banyak karangan penting, wafat di Baghdad (597-672 H) menyebutkan di dalam Kitab "Adab Al-Muta'allimin" ;

"Diantara yg juga menghalangi rezeqi adalah banyak tidur, makan dan minum dalam keadaan junub, menyapu rumah pada malam hari, membiarkan sampah di dalam rumah, berjalan mendahului orang tua, mencuci tangan dengan tanah (kecuali untuk mencuci najis Mugholazhah), duduk di tangga, berwudhu di tempat buang hajat, menjahit pakaian tanpa melepasnya dari badan, mengeringkan wajah dengan pakaian, membiarkan sarang laba² di dalam rumah, menganggap enteng shalat, mematikan pelita dengan nafas (tiupan), dan tidak mendo'akan orang tua"

Smua hal yg disebutkan diatas itu menyebabkan kefakiran. Hal itu diketahui dari Atsar.

("Al-Manhaj As-Sawiy, Syarh Ushul Thariqah As-Sadah Al Ba 'Alawi", Sayyidinal Imam Al-'Allamah Sayyid Zain bin Ibrahim Bin Sumaith)

Mengenal Lebih Dekat AL-HABIB UMAR BIN HAFIDZ






KARAMAH AL-HABIB UMAR BIN HAFIDZ

Al-Habib Abdullah bin Alwi al-Haddad mengatakan:“Dan semulia-mulia karamah adalah istiqamah.”

Kali ini perkenankan kami menceritakan sedikit karamah termulia tersebut dari seorang yang mulia zaman ini, seorang Guru Mulia kita semua, al-Musnid al-Hafidz al-Habib Umar bin Hafidz BSA.

Karamah beliau yang sangat menonjol adalah istiqamah. Keistiqaman beliau sungguh luar biasa, sangat menjaga amal ibadah yang paling kecil sekalipun, dan tak mau lepas dengan sunnah di mana pun dan kapan pun.

Ketika shalat sunnah ba’diyah tak memungkinkannya untuk dilakukan di dalam masjid maka shalat ba’diyah ia lakukan di dalam mobil. Dzikir selepas shalat masih diteruskannya di atas kendaraan, bahkan di pesawat pun beliau masih tak mau lepas membaca al-Qurannya.

Beliau adalah seorang shalih yang senantiasa menjaga minimal 5 juz bacaan al-Quran setiap malam dalam Tahajjudnya, beliau tetap mengerjakan hal itu walau dalam safar (perjalanan) sekalipun.

Suatu waktu saat dalam perjalanan dakwah yang amat sangat melelahkan, yakni 12 acara dalam sehari, maka ketika semua yang bersama beliau masuk untuk beristirahat, ketika semua orang merebahkan tubuhnya seakan tanpa nyawa karena kelelahan, seorang dari mereka bangun dan melihat diantara beberapa orang yang bergelimpangan tak beraturan itu ada sosok yang berdiri dengan mendekatkan al-Quran ke mata beliau dengan penerangan yang sangat redup, membacanya dengan pelahan dalam shalat Tahajjudnya.

Demikian berlangsung hingga dekat waktu adzan Shubuh. Selesai dari shalat dan munajat, barulah beliau akan rebahan beberapa menit menanti adzan Shubuh tiba.

Dan masih banyak lagi karamah beliau yang merupakan ketaatan yang sangat sulit untuk diikuti kecuali oleh orang-orang yang dimuliakan Allah untuk mendapatkannya. Wallahu a’lam.


Dikutip dari: Santri Thoriqoh Mu'tabarroh Tanah Jawa

Apakah Semua Bid'ah Sesat ?






AHLUL BID’AH HASANAH

Daftar Isi:

a. Sampaikan Allah Mencintai Mereka
b. Arti Bid’ah
c. Hadits-hadits tentang Bid’ah
d. Kumpul Berdzikir
e. Menambahkan Surah Al-Ikhlash
f. Shalat Tarawih
g. Bertabarruk
h. Ziarah Kubur

a. Sampaikan Allah Mencintai Mereka

Rasulullah Saw. meminta menanyakan alasan seseorang melakukan amalan yang tidak pernah beliau contohkan. Ketika perbuatan dan amalan itu tidak bertentangan dengan syari’at, Rasulullah mendukungnya dan bahkan menjaminnya mendapatkan surga.

Sering kita mendengar atau membaca pernyataan sekelompok orang yang menyatakan kesesatan amalan-amalan ulama salaf, seperti tahlilan, maulidan, shalawatan, yasinan dan sebagainya.

Bermodalkan kata bid’ah dan kalimat “tidak ada tuntunannya dan tidak dicontohkan oleh Rasulullah Saw.”, mereka berani menyatakan muslim yang lain sesat dan memvonisnya sebagai calon penghuni neraka. Diantara mereka bahkan ada yang berani berkata: “Jangan ikuti ulama karena kamu akan tersesat. Cukup ikuti al-Quran dan as-Sunnah, kamu pasti selamat.” Pemahaman yang salah tentang sunnah dan bid’ah telah menyebabkan mereka menyatakan sesat, musyrik dan kafir terhadap muslim lain.

Oleh karena itu, agar tidak terjebak dalam hal yang sama, kita harus memahami makna sunnah dan bid’ah dengan benar, menurut al-Qur’an dan as-Sunnah, sesuai penjelasan para ulama salaf, bukan menurut hawa nafsu dan penafsiran akal kita sendiri. Allah Swt. Berfirman: “Maka bertanyalah kalian kepada ahli dzikir jika kalian tidak mengetahui.” (QS. al-Anbiya ayat 7).

Berikut adalah kutipan dari buku al-Habib Noval bin Muhammad Alaydrus yang berjudul “Ahlul Bid’ah Hasanah”.

b. Arti Bid’ah

Bid’ah menurut ar-Raghib al-Ashfahani adalah: “Penciptaan sesuatu yang baru tanpa adanya contoh sebelumnya.”

Sedangkan menurut al-Hafidz Ibnu Hajar: “Segala sesuatu yang diadakan tanpa contoh sebelumnya, baik yang bersifat terpuji maupun tercela.”

Menurut kamus al-Munjid, bid’ah adalah sesuatu yang diadakan tanpa adanya contoh terlebih dahulu.

Setelah meneliti dan mempelajari berbagai hadits yang berhubungan dengan permasalahan bid’ah, para ulama salaf kemudian merumuskan arti bid’ah menurut syari’at. Imam Syafi’i Ra. berkata: “Bid’ah terbagi menjadi dua, yaitu bid’ah mahmudah (yang terpuji) dan bid’ah madzmumah (yang tercela). Bid’ah yang sesuai dengan sunnah adalah bid’ah terpuji, sedangkan yang bertentangan dengan sunnah adalah bid’ah tercela.”

Dalam kesempatan lain Imam Syafi’i berkata: “Hal-hal baru (muhdatsat) itu ada dua. Pertama, hal yang bertentangan dengan al-Quran dan as-Sunnah, atsar maupun ijma’. Inilah bid’ah yang sesat. Kedua, segala hal baru yang baik dan tidak bertentangan dengan al-Quran dan as-Sunnah, atsar maupun ijma’. Hal baru seperti itu tidaklah tercela.”

Imam an-Nawawi berkata: “Bid’ah menurut syari’at adalah pengadaan sesuatu yang baru yang tidak ada di masa Rasulullah Saw. dan ia terbagi menjadi dua, yaitu bid’ah hasanah (baik) dan qabihah (buruk).”

Sang guru dan imam yang diakui keimamannya dan kebesarannya serta keahlian dan kemampuannya yang luar biasa dalam menguasai berbagai jenis ilmu, Abu Muhammad Ibnu Abdul Aziz bin Abdussalam, dalam bagian akhir kitab al-Qawaid berkata: “Bid’ah terbagi menjadi bid’ah wajib, haram, sunnah, makruh dan mubah. Dan hal itu dapat diketahui dengan mengembalikan bid’ah tersebut pada kaidah-kaidah syari’at. Jika masuk ke dalam kaidah-kaidah yang wajib, ia bid’ah wajib. Jika masuk dalam kaidah haram, ia bid’ah haram. Jika masuk dalam kaidah makruh, ia bid’ah makruh. Jika masuk dalam kaidah sunnah, ia bid’ah sunnah. Jika masuk dalam kaidah mubah, ia bid’ah mubah.”

Imam al-Ghazali berkata: “Sesungguhnya bid’ah yang tercela adalah bid’ah yang bertentangan dengan sunnah-sunnah yang kuat. Adapun bid’ah yang membantu seseorang untuk berhati-hati dalam beragama, ia adalah bid’ah yang terpuji.”

Ibnu Hajar al-Haitami berkata: “Sesungguhnya para ulama sepakat menganjurkan untuk membuat dan mengamalkan bid’ah hasanah.”

Habib Abdullah bin Alwi al-Haddad berkata: “Bid’ah terbagi menjadi tiga macam:

1. Bid’ah hasanah (baik), yaitu semua bid’ah yang menurut aimmatul huda (para imam) sesuai dengan al-Quran dan as-Sunnah. Bid’ah tersebut timbul karena mereka, para imam, mengutamakan yang lebih tepat, lebih bermanfaat dan lebih baik. Contohnya adalah pengumpulan al-Quran oleh Abu Bakar, pelaksanaan shalat Tarawih oleh Umar, penyusunan mushaf dan adzan pertama di hari Jum’at oleh Utsman, serta hukum memerangi para pemberontak oleh Ali.

2. Bid’ah madzmumah (tercela) dalam pemahaman zuhud, wara’ dan qana’ah saja. Yang termasuk bid’ah jenis ini adalah berlebihan dalam hal-hal mubah, seperti berpakaian, makan dan tempat tinggal.

3. Bid’ah madzmumah (tercela) secara mutlak, yaitu semua bid’ah yang bertentangan dengan ketentuan al-Quran dan as-Sunnah atau bertentangan dengan kesepakatan umat Islam. Bid’ah jenis ini sering kali terjadi dalam masalah ushul, tapi jarang terjadi dalam masalah furu’.”

Ulama Ahlussunnah sepakat, bid’ah secara garis besar terbagi menjadi dua, yaitu bid’ah hasanah (baik) dan bid’ah dhalalah (sesat). Sedangkan secara terperinci terbagi menjadi lima, seperti yang dikatakan Abu Muhammad Ibnu Abdul Aziz bin Abdussalam. Jadi, tidak semua bid’ah sesat. Hanya bid’ah yang bertentangan dengan al-Quran dan as-Sunnah lah yang sesat.

c. Hadits-hadits tentang Bid’ah

Banyak hadits yang berbicara tentang bid’ah. Hadits yang menjadi acuan utama dalam pembahasan bid’ah adalah hadits yang diriwayatkan oleh seorang sahabat yang bernama Irbadh bin Sariyah. Beberapa ahli hadits, seperti Imam Ahmad, Abu Dawud, Ibnu Majah, Ibnu Hibban dan at-Tirmidzi, meriwayatkan hadits tersebut dengan sedikit perbedaan matan (teks hadits). Berikut kutipan hadits sesuai yang tercantum dalam kitab al-Mustadrak ‘ala ash-Shahihain.

Irbadh bin Sariyah berkata: “Suatu hari selepas shalat Shubuh, Rasulullah Saw. memberikan nasihat kepada kami dengan sebuah nasihat yang sangat menyentuh sehingga membuat air mata berlinang dan hati bergetar. Maka seorang sahabat berkata: “Duhai Rasulullah, nasihat tadi sepertinya nasihat perpisahan. Lantas apa yang engkau amanatkan kepada kami?”

Lalu Rasulullah Saw. bersabda: “Aku wasiatkan kepada kalian untuk bertaqwa kepada Allah, mendengar dan taat kepada pemimpin meskipun yang memimpin kalian seorang budak Habasyi. Sebab sesungguhnya siapapun diantara kalian yang masih hidup sepeninggalku akan melihat berbagai perselisihan. Oleh karena itu hendaknya kalian berpegang teguh dengan sunnahku dan sunnah Khulafaur Rasyidin yang mendapat petunjuk Allah Swt. Pegang erat sunnah tersebut dan gigitlah dengan gigi geraham. Berhati-hatilah kalian terhadap muhdatsatil umur (hal-hal baru), karena sesungguhnya semua muhdats (yang baru) itu bid’ah dan semua bid’ah adalah sesat.” (HR. Ahmad, Abu Dawud, Ibnu Majah, Ibnu Hibban dan at-Tirmidzi).

Kalimat terakhir dari sabda Rasulullah Saw. di atas inilah yang menjadi dasar sebagian orang untuk mencela amalan para salaf dan para wali.

Agar tidak terjadi salah penafsiran atas ucapan Rasulullah Saw. itu, mari kita simak penjelasan Imam an-Nawawi Ra. Ia berkata: “Sabda Rasulullah Saw. “Dan setiap bid’ah adalah sesat” adalah hadits yang ‘am makhshush (yang bersifat umum dan kemudian diberi kekhususan). Dan yang dimaksud bid’ah dalam hadits tersebut adalah sebagian bid’ah.”

Dalam hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim, an-Nasai dan Ibnu Majah, dari Jabir bin Abdullah al-Bajili, ia berkata bahwa Rasulullah Saw. bersabda: “Barangsiapa di dalam Islam membuat sebuah sunnah yang baik, ia memperoleh pahalanya dan pahala orang yang mengamalkan sunnah itu setelahnya, tanpa mengurangi pahala mereka sedikit pun. Dan barangsiapa di dalam Islam membuat sunnah yang buruk, ia memperoleh dosanya dan dosa orang yang mengamalkannya setelahnya, tanpa sedikit pun mengurangi dosa mereka.”

Hadits di atas merupakan hadits shahih. Imam an-Nawawi Ra. ketika menjelaskan hadits di atas berkata: “Dalam hadits ini terdapat anjuran untuk memberikan contoh awal dalam berbagai kebaikan dan membuat sunnah-sunnah yang baik serta terdapat peringatan untuk tidak membuat hal-hal yang bathil dan buruk. Dalam hadits ini juga terkandung pengecualian atas sabda Rasulullah Saw. “Semua yang baru adalah bid’ah dan semua bid’ah adalah sesat”. Yang dimaksud hal-hal baru yang sesat adalah hal-hal baru yang bathil serta bid’ah-bid’ah yang tercela.”

Dalam hadits yang diriwayatkan oleh Imam al-Bukhari dan Muslim, Rasulullah Saw. bersabda: “Barangsiapa yang membuat sesuatu yang baru dalam masalah agama kami ini, yang tidak bersumber darinya (agama), ia tertolak.” (HR. Muslim, Ibnu Majah dan Ahmad).

Ketika menjelaskan hadits ini Ibnu Rajab berkata: “Hadits ini secara tekstual menunjukkan bahwa semua amal yang tidak ada perintah asy-syari’ (Rasulullah Saw.) adalah tertolak. Akan tetapi secara tersirat (pemahaman) hadits ini menunjukkan bahwa semua amalan yang padanya terdapat perintah Rasulullah Saw. adalah diterima. Yang dimaksud dengan perintah Rasulullah Saw. dalam hadits ini adalah agama dan syari’atnya.”

Abdullah al-Ghumari menjelaskan: “Hadits ini merupakan pengecualian bagi hadits “Semua bid’ah adalah sesat”, sekaligus menjelaskan arti bid’ah yang sesat sebagaimana tampak jelas dalam hadits tersebut. Seandainya semua bid’ah adalah sesat tanpa pengecualian, tentu haditsnya akan berbunyi “Barangsiapa membuat sesuatu yang baru, ia tertolak”. Akan tetapi ketika Rasulullah Saw. bersabda “Barangsiapa membuat sesuatu yang baru dalam masalah agama kami ini, yang tidak bersumber darinya (agama), ia tertolak.” (HR. Muslim, Ibnu Majah dan Ahmad).

Maka sabda Rasulullah Saw. ini memberikan pengertian bahwa hal-hal yang baru terbagi menjadi dua:

1. Segala hal yang baru yang tidak berasal dari agama dan ia bertentangan dengan kaidah dan dalil-dalil yang terdapat dalam agama. Hal-hal baru semacam ini adalah tertolak. Inilah yang dimaksud dengan bid’ah dhalalah (sesat).

2. Semua yang baru yang berasal dari agama yaitu bersumber dari agama atau diperkuat oleh dalil-dalil yang berasal dari agama, hal baru seperti ini adalah benar dan diterima, dan inilah yang dinamakan bid’ah hasanah.

d. Kumpul Berdzikir

Dalam Shahih Muslim disebutkan, pada suatu hari Rasulullah Saw. keluar dan mendapati sejumlah sahabat sedang duduk dalam sebuah halaqah. Melihat hal tersebut Rasulullah Saw. bertanya kepada mereka: “Apa yang membuat kalian duduk di sini?”

“Kami duduk di sini untuk berdzikir kepada Allah dan memujiNya atas hidayah dan karunia yang Dia berikan kepada kami untuk memeluk Islam,” jawab mereka.

Rasulullah Saw. kembali bertanya kepada mereka dengan bersumpah: “Demi Allah, apakah hanya itu yang membuat kalian duduk di sini?”

“Demi Allah, hanya itulah yang membuat kami duduk di sini,” jawab mereka.

Rasulullah Saw. kemudian bersabda: “Sesungguhnya sumpahku tadi bukan karena berprasangka buruk kepada kalian, akan tetapi Jibril tadi datang menemuiku dan menyampaikan bahwa Allah Swt. sedang membangga-banggakan kalian kepada para malaikat.” (HR. Muslim, Ahmad, at-Tirmidzi dan an-Nasai).

Hadits di atas merupakan hadits shahih yang tidak hanya diriwayatkan oleh Imam Muslim, tetapi juga oleh perawi-perawi lainnya. Dalam hadits di atas tampak jelas, sejumlah sahabat membuat halaqah di luar kebiasaan Rasulullah Saw., dan tanpa perintah Rasulullah Saw.

Rasulullah Saw. merasa heran dan menanyakan apa yang sedang mereka lakukan, akan tetapi beliau Rasulullah Saw. tidak marah dan tidak memperingatkan mereka. Beliau menanyakan apa alasan mereka membuat halaqah tersebut. Dan ketika ternyata alasan mereka tidak bertentangan dengan syari’at, Rasulullah Saw. mendukung mereka dan bahkan menyatakan bahwa mereka sedang dibangga-banggakan oleh Allah Swt.

Demikianlah Rasulullah Saw. selalu menyemangati umatnya untuk mengadakan amalan sunnah yang baik agar dapat diteladani oleh orang lain.

e. Menambahkan Surah Al-Ikhlash

Sayyidatuna Aisyah Ra. menceritakan: “Pada suatu hari Rasulullah Saw. mengutus beberapa sahabat ke medan laga. Beliau menunjuk salah seorang diantara mereka sebagai pemimpin. Anehnya, pemimpin tersebut setiap kali menjadi imam dalam shalatnya selepas surah al-Fatihah membaca surah lalu ia selalu mengakhiri dengan surah al-Ikhlash. Ketika pasukan perang yang dipimpinnya kembali ke Madinah, para sahabat melaporkan hal ini kepada Rasulullah Saw.

Setelah menyimak laporan mereka, Rasulullah Saw. berkata: “Tanyakan kepadanya mengapa ia melakukan hal itu.”

Ketika hal itu ditanyakan kepadanya, ia menjawab: “Sebab surah al-Ikhlash itu memuat sifat-sifat Allah Yang Maha Penyayang dan aku suka membaca sifat-sifat itu.” Para sahabat menyampaikan jawaban ini kepada Rasulullah Saw.

Mendengar alasan itu, Rasulullah Saw. bersabda: “Sampaikan kepadanya bahwa Allah mencintainya.” (HR. al-Bukhari, Muslim dan an-Nasai).

f. Shalat Tarawih

Imam al-Bukhari Ra. dalam kitab shahihnya menyebutkan dari Abdurrahman bin Abdul Qari, ia berkata: “Pada suatu malam di bulan Ramadhan saya keluar menuju masjid bersama Umar bin Khaththab Ra. Di sana tampak masyarakat sedang menunaikan shalat Tarawih secara berkelompok dan terpisah-pisah. Ada yang shalat sendiri, ada pula yang shalat bersama sekelompok orang.

Pada saat itulah Umar Ra. berkata: “Menurutku andai kata semua orang ini kupersatukan di bawah pimpinan seorang imam yang hafal al-Qur’an, tentu akan lebih baik.”

Beliau bertekad mewujudkan niatnya. Akhirnya beliau persatukan mereka di bawah pimpinan Ubay bin Ka’ab.

Di malam lain, aku keluar menuju masjid bersama Umar Ra., saat masyarakat sedang menunaikan shalat Tarawih berjama’ah dengan imam mereka yang hafal al-Quran. Menyaksikan pemandangan tersebut berkatalah Umar: “Inilah sebaik-baik bid’ah.” (HR. al-Bukhari dan Malik).

g. Bertabarruk

Tabarruk artinya upaya mencari keberkahan. Secara garis besar, berkah atau barakah memiliki dua arti. Pertama, tumbuh dan tambah. Kedua, kebaikan yang berkesinambungan.

Tabarruk kepada Nabi, peninggalan para Nabi serta kaum shalihin, dan hal-hal yang berhubungan dengan mereka, sesuai dengan dalil yang terdapat dalam al-Quran maupun hadits. Salah satu tabarruk kepada Nabi adalah tabarruk umat Nabi Nuh As. kepada beliau.

Perjalanan Nabi Nuh As. bersama orang-orang pilihan di dalam bahteranya mengarungi banjir yang melanda dunia merupakan sebuah peristiwa yang sangat penting. Saat itu orang yang kufur kepada Allah Swt. tenggelam ditelan banjir. Nabi Nuh As. bersama pengikutnya menantikan tibanya di tempat berlabuh yang baik, sebab di sanalah mereka akan membangun kehidupan baru. Allah pun memerin-tahkan Nabi Nuh As. untuk berdoa memohon tempat yang berkah sebagai pelabuhannya.

Allah Swt. berfirman: “Dan berdoalah: “Duhai Tuhanku, tempatkanlah aku di tempat yang diberkahi, dan Engkau adalah sebaik-baik yang memberi tempat.” (QS. al-Mu’minun ayat 29).

Para ulama berbeda pendapat kapan Nabi Nuh As. diperintahkan untuk membaca doa ini. Ada yang mengatakan ketika menaiki bahtera (perahu), tapi ada pula yang mengatakan ketika hendak turun darinya. Intinya, Nabi Nuh membaca doa itu.

Doa itu pun segera dijawab oleh Allah Swt. dalam wahyuNya: “Hai Nuh, turunlah dengan selamat sejahtera dan penuh keberkahan dari Kami atasmu dan atas umat-umat (yang mukmin) dari orang-orang yang bersamamu.” (QS. Hud ayat 48).

Nabi Nuh dan pengikutnya akhirnya berlabuh di Bukit Judi, Turki.

Tabarruk lainnya, diantaranya adalah tabarruk dengan air bekas wudhu Rasulullah Saw. Dalam Shahih al-Bukhari disebutkan: “Jika Rasulullah Saw. berwudhu, para sahabat hampir-hampir saling bunuh karena memperebutkan air wudhu beliau.” (HR. al-Bukhari).

Abu Juhaifah menceritakan: “Ketika Rasulullah Saw. wudhu di Bathha, para sahabat meminta air bekas wudhu beliau. Mereka yang tidak kebagian segera menggesekkan tangannya ke tangan sahabat yang mendapat bekas wudhu Rasulullah, kemudian mereka mengusapkannya ke tubuh mereka.” (HR. al-Bukhari).

h. Ziarah Kubur

Menziarahi makam orangtua, kerabat dan para wali Allah, adalah sunnah Rasulullah Saw. dan tuntunan yang dicontohkan oleh para sahabat dan kaum shalihin. Di dalam ziarah kubur terdapat manfaat yang sangat besar bagi yang berziarah maupun yang diziarahi.

Banyak hadits Rasulullah Saw. menganjurkan umat Islam untuk berziarah kubur. Rasulullah Saw. bersabda: “Sesungguhnya dahulu aku melarang kalian untuk berziarah kubur, akan tetapi sekarang ziarahilah kubur, karena yang demikian itu dapat menjadikan seseorang zuhud terhadap dunia dan ingat kepada akhirat.” (HR. Ibnu Majah).

“Ziarahilah kubur, karena yang demikian itu dapat mengingatkan kalian akan kematian.” (HR. an-Nasai).

“Barangsiapa menziarahi makam kedua orangtuanya atau salah satu dari mereka pada setiap hari Jum’at, ia diampuni dan dicatat sebagai seorang anak yang berbakti kepada orangtuanya.” (HR. Baihaqi).

Dalam Shahih Muslim, ‘Atha bin Yasar Ra. menceritakan: “Ummul Mu’minin Aisyah Ra. mengatakan bahwa pada setiap akhir malam, saat giliran tidur di rumah Aisyah, Rasulullah Saw. keluar menuju ke Pemakaman Baqi’ dan mengucapkan: “Salam sejahtera untuk kalian, wahai penghuni rumah orang-orang yang beriman. Apa yang dijanjikan telah tiba kepada kalian. Dan jika diizinkan Allah, kami akan menyusul kalian. Ya Allah, ampunilah penghuni Pemakaman Baqi’.” (HR. Muslim).

Ibnu Qudamah dalam kitabnya al-Mughni meriwayatkan bahwa: “Ketika Imam Ahmad bin Hanbal ditanya mana yang lebih utama, melakukan ziarah kubur atau meninggalkannya, beliau menjawab: “Ziarah kubur itu lebih utama.”

Dalam kitab al-Majmu’, Imam an-Nawawi berkata: “Semua teks yang berasal dari Imam Syafi’i dan orang-orang yang mengikuti beliau, bagi kaum pria dianjurkan untuk ziarah kubur. Dan ini merupakan pendapat seluruh ulama.”

Ibnu Hajar al-Haitsami berkata: “Zirah kubur para wali adalah amal yang disukai (dianjurkan), demikian pula perjalanan untuk berziarah ke makam mereka.”

Dari seluruh rangkaian pendapat para salaf di atas, dapat kita simpulkan, bid’ah hasanah mempunyai landasan yang sangat kuat. Maka, akankah kita tetap bersikukuh bahwa semua bid’ah adalah sesat?



KESEPAKATAN DAMAI YANG DIANGGAP AKAL-AKALAN SYIAH OLEH WAHABI

“Risalah Amman - Fatwa Konferensi Ulama Islam Internasional”

Konferensi ini diadakan di Amman, Mamlakah Arabiyyah Yordania, dengan tema “Islam Hakiki dan Perannya dalam Masyarakat Modern”. (27-29 Jumadil Ula. 1426 H. / 4-6 Juli 2005 M.)

Bismillahirrahmanirrahim. Shalawat dan salam semoga tercurah pada Baginda Nabi Muhammad Saw. dan keluarganya yang suci. “Wahai manusia, bertakwalah kepada Allah yang telah menciptakan kalian dari satu jiwa…” (QS. an-Nisa ayat 1).

Sesuai dengan fatwa-fatwa yang dikeluarkan oleh yang terhormat:

1. Al-Imam al-Akbar Syaikh Mahmud Syalthut, asy-Syaikh Ahmad Thanthowi, Dewan Rektorat Universitas al-Azhar, Kairo, Mesir.
2. Ayatullah Sayyid Ali as-Sistani Mufti Besar Syi’ah Iraq.
3. Ayatullah ‘Udzma Sayyid Ali Khamenei al-Husaini Mufti Besar Syi’ah Iran.
4. Yang Terhormat Mufti Besar Kesultanan Oman.
5. Akademi Fiqih Islam Kerajaan Saudi Arabiyyah.
6. Dewan Urusan Agama Turki.
7. Mufti Akbar Kerajaan Yordania dan Para Anggota Komite Fatwa Nasional Yordania.
8. Syaikh Dr. Yusuf al-Qaradawi Mufti Besar Sunni Mesir.

Sesuai dengan kandungan pidato yang mulia Raja Abdullah II bin al-Hussein, Raja Yordania, pada acara pembukaan konferensi. Sesuai dengan pengetahuan tulus ikhlas kita pada Allah Swt., dan sesuai dengan seluruh makalah penelitian dan kajian yang tersaji dalam konferensi ini serta seluruh diskusi yang timbul darinya. Kami, yang bertandatangan di bawah ini, dengan ini menyetujui dan menegaskan kebenaran butir-butir yang tertera di bawah ini:

1) Siapa saja yang mengikuti dan menganut salah satu dari empat madzhab Ahlussunnah (Hanafi, Syafi’i, Maliki, Hanbali), dua madzhab Syi’ah Ja’fariyyah dan Zaidiyyah, madzhab Ibadhiyyah dan madzhab Dzahiriyyah adalah Muslim. Tidak diperbolehkan mengkafirkan salah seorang dari pengikut/penganut madzhab-madzhab yang disebut di atas. Darah, kehormatan dan harta benda salah seorang dari pengikut/penganut madzhab-madzhab yang disebut di atas tidak boleh dihalalkan. Lebih lanjut, tidak diperbolehkan mengkafirkan siapa saja yang mengikuti akidah Asy’ari atau siapa saja yang mengamalkan tasawuf (sufisme). Demikian pula, tidak diperbolehkan mengkafirkan siapa saja yang mengikuti pemikiran Salafi yang sejati. Sejalan dengan itu, tidak diperbolehkan mengkafirkan kelompok Muslim manapun yang percaya pada Allah, mengagungkan dan mensucikanNya, meyakini Rasulullah (Saw.) dan rukun-rukun iman, mengakui lima rukun Islam, serta tidak mengingkari ajaran-ajaran yang sudah pasti dan disepakati dalam agama Islam.

2) Ada jauh lebih banyak kesamaan dalam madzhab-madzhab Islam dibandingkan dengan perbedaan-perbedaan di antara mereka. Para pengikut/penganut kedelapan madzhab Islam yang telah disebutkan di atas semuanya sepakat dalam prinsip-prinsip utama Islam (ushuluddin). Semua madzhab yang disebut di atas percaya pada satu Allah Yang Maha Esa dan Makakuasa; percaya pada al-Quran sebagai wahyu Allah; dan bahwa Baginda Muhammad Saw. adalah Nabi dan Rasul untuk seluruh manusia. Semua sepakat pada lima rukun Islam: dua kalimat syahadat (syahadatain), kewajiban shalat, zakat, puasa di bulan Ramadhan, dan Haji ke Baitullah di Mekkah. Semua percaya pada dasar-dasar akidah Islam: kepercayaan pada Allah, para malaikatNya, kitab-kitabNya, para rasulNya, hari akhir, dan takdir baik dan buruk dari sisi Allah. Perbedaan di antara ulama kedelapan madzhab Islam tersebut hanya menyangkut masalah-masalah cabang agama (furu’) dan tidak menyangkut prinsip-prinsip dasar (ushul) Islam. Perbedaan pada masalah-masalah cabang agama tersebut adalah rahmat Ilahi. Sejak dahulu dikatakan bahwa keragaman pendapat di antara ulama adalah hal yang baik.

3) Mengakui kedelapan madzhab dalam Islam tersebut berarti bahwa mengikuti suatu metodologi dasar dalam mengeluarkan fatwa: tidak ada orang yang berhak mengeluarkan fatwa tanpa keahlihan pribadi khusus yang telah ditentukan oleh masing-masing madzhab bagi para pengikutnya. Tidak ada orang yang boleh mengeluarkan fatwa tanpa mengikuti metodologi yang telah ditentukan oleh madzhab-madzhab Islam tersebut di atas. Tidak ada orang yang boleh mengklaim untuk melakukan ijtihad mutlak dan menciptakan madzhab baru atau mengeluarkan fatwa-fatwa yang tidak bisa diterima hingga membawa umat Islam keluar dari prinsip-prinsip dan kepastian-kepastian syariah sebagaimana yang telah ditetapkan oleh masing-masing madzhab yang telah disebut di atas.

4) Esensi Risalah Amman, yang ditetapkan pada malam Lailatul Qadar tahun 1425 H dan dideklarasikan dengan suara lantang di Masjid al-Hasyimiyyin, adalah kepatuhan dan ketaatan pada madzhab-madzhab Islam dan metodologi utama yang telah ditetapkan oleh masing-masing madzhab tersebut. Mengikuti tiap-tiap madzhab tersebut di atas dan meneguhkan penyelenggaraan diskusi serta pertemuan di antara para penganutnya dapat memastikan sikap adil, moderat, saling memaafkan, saling menyayangi, dan mendorong dialog dengan umat-umat lain.

5) Kami semua mengajak seluruh umat untuk membuang segenap perbedaan di antara sesama Muslim dan menyatukan kata dan sikap mereka, menegaskan kembali sikap saling menghargai, memperkuat sikap saling mendukung di antara bangsa-bangsa dan negara-negara umat Islam. Memperkukuh tali persaudaraan yang menyatukan mereka dalam saling cinta di jalan Allah. Dan kita mengajak seluruh Muslim untuk tidak membiarkan pertikaian di antara sesama Muslim dan tidak membiarkan pihak-pihak asing mengganggu hubungan di antara mereka. Allah Swt. berfirman: “Sesungguhnya orang-orang beriman adalah bersaudara. Maka itu islahkan hubungan di antara saudara-saudara kalian dan bertakwalah kepada Allah sehingga kalian mendapat rahmatNya.” (QS. al-Hujurat ayat 10).

Amman, Mamlakah Arabiyyah Yordania, 27-29 Jumadil Ula 1426 H/4-6 Juli 2005 M.

Dewan Penandatangan Fatwa Konferensi Ulama Islam Internasional:

1. Afghanistan
• Yth. Nusair Ahmad Nour Dubes Afghanistan untuk Qatar

2. Aljazair
• Yth. Lakhdar Ibrahimi Utusan Khusus Sekjen PBB; Mantan Menlu Aljazair
• Prof. Dr. Abdullah bin al-Hajj Muhammad al-Ghulamullah Menteri Agama
• Dr. Mustafa Syarif Menteri Pendidikan
• Dr. Sa’id Syaiban Mantan Menteri Agama
• Prof. Dr. Ammar ath-Thalibi Departemen Filsafat, University of Algeria
• Mr. Abu Jara as-Sulthani Ketua LSM Algerian Peace Society Movement

3. Austria
• Prof. Anas ash-Shaqfa Ketua Komisi Islam
• Mr. Tarafa Baghajati Ketua LSM Initiative of Austrian Muslims

4. Australia
• Syaikh Salim ‘Ulwan al-Hassani Sekjen, Darulfatwa, Dewan Tinggi Islam

5. Azerbaijan
• Syaikh al-Islam Allahusysyakur bin Hemmat Bashazada Ketua Muslim Administration of the Caucasus

6. Bahrain
• Syaikh Dr. Muhammad Ali as-Sutri Menteri Kehakiman
• Dr. Farid bin Ya’qub al-Miftah Sekretaris Kementerian Agama

7. Bangladesh
• Prof. Dr. Abu al-Hasan Shadiq Rektor Asian University of Bangladesh

8. Bosnia dan Herzegovina
• Prof. Dr. Syaikh Mustafa Ceric Ketua Majlis Ulama dan Mufti Besar Bosnia dan Herzegovina
• Prof. Hasan Makic Mufti Bihac
• Prof. Anes Lj evakovic Peneliti dan Pengajar, Islamic Studies College

9. Brazil
• Syaikh Ali Muhmmad Abduni Perwakilan International Islamic Youth Club di Amerika Latin

10. Kanada
• Syaikh Faraz Rabbani Guru, Hanafijurisprudence,

11. Republik Chad
• Syaikh Dr. Hussein Hasan Abkar Presiden, Higher Council for Islamic Affair; Imam Muslim, Chad

12. Mesir
• Prof. Dr. Mahmud Hamdi Zaqzuq Menteri Agama
• Prof. Dr. Ali Jum’ah Mufti Besar Mesir
• Prof. Dr. Ahmad Muhammad ath-Thayyib Rektor Universitas al-Azhar University
• Prof. Dr. Kamal Abu al-Majd Pemikir Islam; Mantan Menteri Informasi
• Dr. Muhammad al-Ahmadi Abu an-Nur Mantan Menteri Agama Mesir; Profesor Fakultas Syariah, Yarmouk University, Jordan
• Prof. Dr. Fauzi az-Zifzaf Ketua Masyayikh al-Azhar; Anggota the Academy of Islamic Research
• Prof. Dr. Hasan Hanafi Peneliti dan Cendekiawan Muslim, Departemen Filsafat, Cairo University
• Prof. Dr. Muhammad Muhammad al-Kahlawi Sekjen Perserikatan Arkeolog Islam;
Dekan Fakultas Studi Kesejarahan Kuno, Cairo University
• Prof. Dr. Aiman Fuad Sayyid Mantan Sekjen, Dar al-Kutub al-Mishriyyah
• Syaikh Dr. Zaghlul Najjar Anggota Dewan Tinggi Urusan Islam, Mesir
• Syaikh Muis Mas’ud Dai Islam
• Dr. Raqid as-Sirjani
• Dr. Muhammad Hidaya

13. Perancis
• Syaikh Prof. Dalil Abu Bakr Ketua Dewan Tinggi Urusan Agama Islam dan Dekan Masjid Paris
• Dr. Husain Rais Direktur Urusan Budaya, Masjid Jami’ Paris

14. Jerman
• Prof. Dr. Murad Hofmann Mantan Dubes Jerman untuk Maroko
• Syaikh Shalahuddin al-Ja’farawi Asisten Sekjen World Council for Islamic Propagation

15. India
• H.E. Maulana Mahmud Madani Anggota Parlemen Sekjen Jamiat Ulama Hindia
• Ja’far ash-Shadiq Mufadhdhal Saifudin Cendikiawan Muslim
• Thaha Saifudin Cendikiawan Muslim
• Prof. Dr. Sayyid Aushaf Ali Rektor Hamdard University
• Prof. Dr. Akhtar al-Wasi Dekan College of Humanities and Languages

16. Indonesia
• Dr. Tutty Alawiyah Rektor Universitas Islam asy-Syafi’iyah
• Rabhan Abdul Wahhab Dubes RI untuk Yordania
• KH. Ahmad Hasyim Muzadi Mantan Ketua Umum PBNU
• Rozy Munir Mantan Wakil Ketua PBNU
• Muhamad Iqbal Sullam International Conference of Islamic Scholars, Indonesia

17. Italia
• Mr. Yahya Sergio Pallavicini Wakil Ketua, Islamic Religious Community of Italy (CO.RE.IS.)

18. Maladewa
• Dr. Mahmud asy-Syauqi Menteri Pendidikan

19. Republik Islam Iran
• Ayatullah Syaikh Muhammad Ali at-Taskhiri Sekjen Majma’ Taqrib bainal Madzahib al-Islamiyyah.
• Ayatullah Muhammad Waez-zadeh al-Khorasani Mantan Sekjen Majma’ Taqrib bainal Madzahib al-Islamiyyah
• Prof. Dr. Musthafa Mohaghegh Damad Direktur the Academy of Sciences; Jaksa; Irjen Kementerian Kehakiman
• Dr. Mahmud Muhammadi Iraqi Ketua LSM Cultural League and Islamic Relations in the Islamic Republic of Iran
• Dr. Mahmud Mar’ashi an-Najafi Kepala Perpustakaan Nasional Ayatollah Mar’ashi an-Najafi
• Dr. Muhammad Ali Adharshah Sekjen Masyarakat Persahabatan Arab-Iran
• Syaikh Abbas Ali Sulaimani Wakil Pemimpin Spiritual Iran di wilayah Timur Iran

20. Iraq
• Grand Ayatullah Syaikh Husain al-Muayyad Pengelola Knowledge Forum
• Ayatullah Ahmad al-Bahadili Dai Islam
• Dr. Ahmad Abdul Ghaffur as-Samara’i Ketua Diwan Waqaf Sunni

21. Yordania
• Prof. Dr. Ghazi bin Muhammad Utusan Khusus Raja Abdullah II bin al-Hussein
• Syaikh Izzudin al-Khatib at-Tamimi Jaksa Agung
• Prof. Dr. Abdussalam al-Abbadi Mantan Menteri Agama
• Prof. Dr. Syaikh Ahmad Hlayyel Penasehat Khusus Raja Abdullah dan Imam Istana Raja
• Syaikh Said al-Hijjawi Mufti Besar Yordania
• Akel Bultaji Penasehat Raja
• Prof. Dr. Khalid Touqan Menteri Pendidikan dan Riset
• Syaikh Salim Falahat Ketua Umum Ikhwanul Muslimin Yordania
• Syaikh Dr. Abdul Aziz Khayyat Mantan Menteri Agama
• Syaikh Nuh al-Quda Mantan Mufti Angkatan Bersenjata Yordania
• Prof. Dr. Ishaq al-Farhan Mantan Menteri Pendidikan
• Dr. Abdul Lathif Arabiyyat Mantan Ketua DPR Yordania; Syaikh Abdul Karim Salim Sulaiman al-Khasawneh Mufti Besar Angkatan Bersenjata Yordania
• Prof. Dr. Adel at-Tuwaisi Menteri Kebudayaan
• Mr. Bilal at-Tall Pemimpin Redaksi Koran Liwa’
• Dr. Rahid Sa’id Shahwan Fakultas Ushuluddin, Balqa Applied University

22. Kuwait
• Prof. Dr. Abdullah Yusuf al-Ghoneim Kepala Pusat Riset dan Studi Agama
• Dr. Adel Abdullah al-Fallah Wakil Menteri Agama

23. Lebanon
• Prof. Dr. Hisyam Nashabih Ketua Badan Pendidikan Tinggi
• Prof. Dr. Sayyid Hani Fahs Anggota Dewan Tinggi Syiah
• Syaikh Abdullah al-Harari Ketua Tarekat Habasyi
• Mr. Husam Mustafa Qaraqi Anggota Tarekat Habasyi
• Prof. Dr. Ridhwan as-Sayyid Fakultas Humaniora, Lebanese University; Pemred Majalah al-Ijtihad
• Syaikh Khalil al-Mais Mufti Zahleh and Beqa’ bagian Barat

24. Libya
• Prof. Ibrahim ar-Rabu Sekretaris Dewan Dakwah Internasional
• Dr. al-Ujaili Farhat al-Miri Pengurus International Islamic Popular Leadership

25. Malaysia
• Dato’ Dr. Abdul Hamid Utsman Menteri Sekretariat Negara
• Anwar Ibrahim Mantan Perdana Menteri
• Prof. Dr. Muhammad Hasyim Kamaly Dekan International Institute of Islamic Thought and Civilisation
• Mr. Syahidan Kasem Menteri Negara Bagian Perlis, Malaysia
• Mr. Khairi Jamaludin Wakil Ketua Bidang Kepemudaan UMNO

26. Maroko
• Prof. Dr. Abbas al-Jarari Penasehat Raja
• Prof. Dr. Muhammad Farouk an-Nabhan Mantan Kepala Dar al-Hadits al-Hasaniyyah
• Prof. Dr. Ahmad Syauqi Benbin Direktur Perpustakaan Hasaniyyah
• Prof. Dr. Najat al-Marini Departemen Bahasa Arab, Mohammed V University

27. Nigeria
• H.H. Prince Haji Ado Bayero Amir Kano
• Mr. Sulaiman Osho Sekjen Konferensi Islam Afrika

28. Mamlakah Oman
• Syaikh Ahmad bin Hamad al-Khalili Mufti Besar Kesultanan Oman
• Syaikh Ahmad bin Sa’ud as-Siyabi Sekjen Kantor Mufti Besar

29. Pakistan
• Prof. Dr. Dzafar Ishaq Ansari Direktur Umum, Pusat Riset Islam, Islamabad
• Dr. Reza Shah-Kazemi Cendikiawan Muslim
• Arif Kamal Dubes Pakistan untuk Yordania
• Prof. Dr. Mahmud Ahmad Ghazi Rektor Islamic University, Islamabad; Mantan Menteri Agama Pakistan

30. Palestina
• Syaikh Dr. Ikrimah Sabri Mufti Besar al-Quds dan Imam Besar Masjid al-Aqsha
• Syaikh Taisir Rajab at-Tamimi Hakim Agung Palestina

31. Portugal
• Mr. Abdul Majid Wakil Ketua LSM Banco Efisa
• Mr. Sohail Nakhooda Pemred Islamica Magazine

32. Qatar
• Prof. Dr. Syaikh Yusuf al-Qaradawi Ketua Persatuan Internasional Ulama Islam
• Prof. Dr. Aisya al-Mana’i Dekan Fakultas Hukum Islam, University of Qatar

33. Rusia
• Syaikh Rawi ‘Ainudin Ketua Urusan Muslim
• Prof. Dr. Said Hibatullah Kamilev Direktur, Moscow Institute of Islamic Civilisation
• Dr. Murad Murtazein Rektor, Islamic University, Moskow

34. Arab Saudi
• Dr. Abdul Aziz bin Utsman at-Touaijiri Direktur Umum, The Islamic Educational, Scientific and Cultural Organization (ISESCO)
• Sayyid al-Habib Muhammad bin Abdurrahman Assegaf

35. Senegal
• Al-Hajj Musthafa Sisi Penasehat Khusus Presiden Senegal

36. Singapura
• Dr. Ya’qub Ibrahim Menteri Lingkuhan Hidup dan Urusan Muslim

37. Afrika Selatan
• Syaikh Ibrahim Gabriels Ketua Majlis Ulama Afrika Utara South African Ulama

38. Sudan
• AbdurRahman Sawar adz-Dzahab Mantan Presiden Sudan
• Dr. Isham Ahmad al-Bashir Menteri Agama SWISS
• Prof. Tariq Ramadan Cendikiawan Muslim

39. Syria (Suriah)
• Dr. Muhammad Sa’id Ramadhan al-Buti Dai, Pemikir dan Penulis Islam
• Prof. Dr. Syaikh Wahbah Musthafa az-Zuhaili Ketua Departemen Fiqih, Damascus University
• Syaikh Dr. Ahmad Badr Hasoun Mufti Besar Syria

40. Thailand
• Mr. Wan Muhammad Nur Matha Penasehat Perdana Menteri
• Wiboon Khusakul Dubes Thailand untuk Irak

41. Tunisia
• Prof. Dr. al-Hadi al-Bakkoush Mantan Perdana Menteri Tunisia
• Dr. Abu Bakar al-Akhzuri Menteri Agama

42. Turki
• Prof. Dr. Akmaluddin Ilisanoghi Sekjen Organisasi Konferensi Islam (OKI)
• Prof. Dr. Mualla Saljuq Dekan Fakultas Hukum, University of Ankara
• Prof. Dr. Musthafa Qagnci Mufti Besar Istanbul
• Prof. Ibrahim Kafi Donmez Profesor Fiqih University of Marmara

43. Ukraina
• Syaykh Dr. Ahmad Tamim Mufti Ukraina

44. Uni Emirat Arab
• Mr. Ali bin as-Sayyid Abdurahman al-Hasyim Penasehat Menteri Agama
• Syaikh Muhammad al-Banani Hakim Pengadilan Tinggi
• Dr. Abdusalam Muhammad Darwish al-Marzuqi Hakim Pengadilan Dubai

45. Inggris
• Syaikh Abdul Hakim Murad/Tim Winter Dosen, University of Cambridge
• Syaikh Yusuf Islam/Cat Steven Dai Islam dan mantan penyanyi
• Dr. Fuad Nahdi Pemimpin Redaksi Q-News International
• SamiYusuf Penyanyi Lagu-lagu Islam

46. Amerika Serikat
• Prof. Dr. Sayyid Hussain Nasr Penulis dan profesor Studi-studi Islam, George Washington University
• Syaikh Hamza Yusuf Ketua Zaytuna Institute
• Syaikh Faisal Abdur Rauf Imam Masjid Jami’ Kota New York
• Prof. Dr. Ingrid Mattson Profesor Studi-studi Islam, Hartford Seminary; Ketua Masyarakat Islam Amerika Utara (ISNA)

47. Uzbekistan
• Syaikh Muhammad ash-Shadiq Muhammad Yusuf Mufti Besar

48. Yaman
• Al-Habib Umar bin Muhammad bin Salim bin Hafidz Ketua I Madrasah Dar al-Mustafa, Tarim
• Al-Habib Ali bin Abdurrahman al-Jufriy Ketua II Madrasah Dar al-Mustafa, Tarim






BERBINCANG TENTANG GUS DUR

“Jikalau Benar Gus Dur Antek Yahudi...”

Oleh: Rijal Pakne Avisa

Lha jika Gus Dur itu antek Amerika atau agen Yahudi, kok Gus Dur tetep “kere” ya? Gus Dur, saya salut dengan ke-“biasa”-an panjenengan. Lha, kalau panjenengan kerso, Pesantren Ciganjur tentu bisa dibangun lebih megah. Kalau panjenengan memperkaya diri, tentu tidak sampai pinjam uang ke salah satu putri panjenengan, beberapa bulan sebelum panjenengan kundur dateng ngarsanipun Gusti.

Seandainya kerso perkawis nduyo, panjenengan tentu memilih jadi antek Wahhabi. Lumayan, rutin dapat donasi, kafala, atau “ihsan”. Seandainya berkenan, tentu banjir darah perang saudara atas nama “konstitusi”, “agama”, dlsb, bisa dipakai dalih mempertahakan kekuasaan panjenengan. Tapi, sudahlah, panjenengan memang mengajarkan kesederhanaan, kejujuran, kolektivitas berbangsa, berpikir visioner, dan... Percaya Diri di hadapan siapapun, kecuali kepada Ibunda dan para guru!

Ah, panjenengan Gus, telah mendidik kami, para santri kenthir ini, agar tidak Kagetan dengan metode membaca apapun, berguru pada siapapun, dan bergaul dengan manusia tanpa sekat jenis apapun!

Oalah Guuus Gus, panjenengan niku lho, ketua PBNU, ketua Fordem, Presiden WCRP, peraih gelar doktor kehormatan dari puluhan universitas luar negeri, penulis, pembicara, dan presiden RI! Kok tetep kere to Gusss, Gusss...

Saat jadi Presiden, mbok ya pondoknya dibangun yang megah, rumahnya dipermewah, mbantu dana ke Tebuireng, anaknya dikasih mobil mewah, menantu dan orang dekat diberi saham di perusahaan, terus, itu lo Guuus, mbok ya pakaiannya yang gagah, yang mahal, impor, masak tokoh kelas dunia kok pakai sarung sama baju murah...

Ah, Presiden kok kere sih Guuus. Kiai kok nggak mbangun pondoknya biar megah to Guuus. Pripun to, lha njenengan itu kata orang-orang kan dekat dengan Yahudi? Mana ada antek Yahudi kere...

Ah, lha wong njenengan itu pemimpin NU, punya pengikut fanatik, kok malah nggak mau memanfaatkan mereka untuk memperkaya diri sih gus. Tinggal jual tanda tangan kan panjenengan bisa meraup puluhan milyar...

Oalah Guuus Guus, panjenengan niku lho, Ketua PBNU, Ketua Fordem, Presiden WCRP, peraih gelar doktor kehormatan dari puluhan universitas luar negeri, dekat dengan tokoh lintas agama, punya akses ke para taipan, penulis, pembicara, dan akhirnya....Presiden RI!!! kok tetep KERE to Gusss, Gussss....

Saat jadi presiden, mbok ya pondoknya dibangun yang megah, rumahnya dipermewah, membantu dana ke Tebuireng, anak-anaknya dikasih mobil mewah, menantu dan orang dekat diberi saham di perusahaan ini itu, terus, itu lo Guuuus, mbok ya pakaiannya yang gagah, yang mahal, impor, masak tokoh kelas dunia kok pakai sarung sama baju murah kelas kaki lima...

Ah, presiden RI kok kere sih Guuus! Panjenengan itu kiai, kok nggak mbangun pondoknya biar megah to Guuus...

Pripun to, lha njenengan itu kata orang-orang kan dekat dengan Yahudi? Mana ada antek Yahudi kere...

Pripun to gus, katanya panjenengan dekat dengan AIPAC alias Lobi Yahudi di AS? Mbok ya bikin proposal proyek apalah namanya, biar NU tambah kaya dan njenengan tambah tokcerrrr. Ya sesekali tirulah cara Pak Harto, Gussss...

Panjenengan itu kan dituduh Antek Paman Sam, lha baru beberapa hari jadi presiden kok NGGAK sowan ke Bill Clinton? Malah ke China, India, sama Rusia. Lanjut ke Timur Tengah, lalu Eropa, kemudian baru ke AS. Hmmm, lha setelah itu kok ke Kuba, ngakak bareng Fidel Castro, kemudian kongkow sama Hugo Chavez di Venezuela. Ini kan dua sosok yang dibenci Amrik! Wooooo, apa panjenengan antek AS yang berkhianat sama Paman Sam ya Guuus....???

Lhoooo malah ke Palestina, rangkulan mesra sama Yasser Arafat? Panjenengan sios dados agen Yahudi Israel nopo mboten sih Guuus?

Ealah, panjenengan itu kan Liberal, iya kan? Kata orang-orang itu lo gusss. Masak sih liberal kok hobinya silaturrahim ke para ulama. Liberal kok gemar ziarah makam auliya’. Liberal kok saat di mobil tadarus al-Quran sendiri. Liberal cap apa sih gus, panjenengan itu?

Lho, panjenengan pendiri PKB, kan? Saat berkuasa, mbok ya menjadikan PKB sebaga gurita politik sebagaimana Pak Harto menjadikan Golkar sebagai gurita sadis. Kok ya nggak mikir sih Gus, orang politik macam apa sih, panjenengan itu?

Walah, walah, lha wong panjenengan sudah “klik” sama seniman dan orang-orang perfilman, kok ya nggak memanfaatkan mereka bikin film tentang kakek panjenengan, tentang perjuangan santri, bahkan tentang diri panjenengan? Kan, enak to Gus…

Ah, lha wong panjenengan itu pemimpin NU, punya pengikut fanatik, punya sobat kental pengusaha, kok malah nggak mau memanfaatkan mereka untuk memperkaya diri sih Gus. Tinggal jual tanda tangan kan panjenengan bisa meraup puluhan milyar. Kasih rekomendasi ke tokoh A atau B, biar nanti dikasih amplop tebal, kan lumayan buat uang jajan Parikesit, cucu panjenengan yang energik itu....

Pemimpin macam apa sih panjenengan itu. Sudah punya koneksi banyak, punya ratusan ribu “milisi” fanatik yang dengan komando panjenengan siap berperang, kok malah tiba-tiba dengan memamai celana kolor dan berkaos keluar dari istana; menyuruh mereka menahan diri, memerintahkan mereka balik ke kampung halaman, dan meminta para pengikut menahan diri agar darah tak tumpah di bumi pertiwi. Malah panjenengan akhirnya “rela dimundurkan” dari jabatan. Pemimpin kok nggak heroik mengkultuskan kekuasaan, to Gus....?

Pemimpin macam apa; nggak punya dompet, sering bingung menjawab saat anak-anak panjenengan minta uang, dikasih uang panjenengan terima tapi langsung panjenengan berikan kepada siapapun yang meminta/butuh bahkan tanpa panjenengan tahu nominal di dalamnya. Pemimpin umat kok memakai prinsip “kantong bolong” kayak Semar to gus, ya nggak bakal kaya....

Apa betul panjenengan itu Komunis, gara-gara merangkul eks-Tapol PKI? Lha Komunis macam apa yang hampir hafal kitab al-Hikam? bahkan memberi syarah melalui lisan saat ngaji di Pesantren Ciganjur. Komunis macam apa panjenengan itu?

Katanya, juga, panjenengan itu antek Syi’ah gara-gara dekat Iran? Apa panjenengan juga bakal dituduh antek Afrika, antek Negro, saat dekat dengan Nelson Mandela, Gusss?
Ohya, foto panjenengan sama Paus Paulus Yohannes II di Vatikan, itu kan bukti panjenengan dekat dengan kaum Salibis (ini istilah saya pinjam dari “orang-orang tertentu”)? Sesekali, dulu, seandainya sempat, panjenengan sebagai presiden pun bisa foto bareng sama Brad Pitt, Sylvester Stallone, Zenedine Zidane atau Marcello Lippi sekalian, supaya tuduhannya terasa lengkap: antek Hollywood, antek FIFA, agen Italia. Jika tuduhannya masih kurang lengkap, panjenengan kan bisa berpose sejenak di depan toko elpiji, biar sekalian dituduh AGEN ELPIJI. Nopo ngoten, gus?

Tapi... Ah, sudahlah, njenengan memang emboh Guuus... Guuus..

Duh, kangen panjenengan Gus...

Recomended:

Ngapunten, kita akan “ngeh” dan sedikit “paham” mengenai berbagai strategi cantik Gus Dur, diantaranya dengan cara mengunyah buku “48 Hukum Kekuasaan” & “33 Strategi Perang” karya Robert Greene dan “The Swordless Samurai” karya Kitami Masao. Lahul Fatihah...

Zainal Wong Wongan: “Pertanyaannya sederhana saja; kekayaan apa yang dimiliki atau didapat oleh Bung Karno dan Gus Dur selama menjadi presiden atau setelahnya? Dan Kekayaan apa saja yang didapat atau dimiliki oleh presiden selainnya selama menjadi presiden atau setelahnya?”

Ghozi Anshor: “Gus Dur gak mengikuti tren terkini. Banyak kyai dan gus yang meraup uang dalam Pilkada. Mobil mereka gak ada yang di bawah 100 juta. Saya teringat kasus SDSB yang jatuh pada tahun 1994 lalu. Setelah Gus Dur tanda tangan terima sumbangan 50 juta untuk pembangunan kantor PBNU. Padahal sebelumnya, tak kurang-kurang fatwa haram dari kyai dan ustadz, toh tak ada yang mempan. Dan ternyata uang 50 juta itu masih utuh dalam amplop, yang kemudian dikembalikan lagi ke Mensos. Beliau mau dan berani pasang badan untuk kemaslahatan umum.”







SURAT CINTA SANG MURID KEPADA GURUNYA

“Pujian Al-Habib Mundzir bin Fuad Al-Musawa Kepada Guru Mulia Al-Habib Umar Bin Hafidz”

Wajah terindah dalam hidupku...
Wajah yang membuatku ingat pada Allah...
Wajah yang selalu memancarkan cahaya khusyu’ dan damai...
Wajah yang selalu berusaha menyantuni semua hamba Ilahi...

Guru yang sangat lembut dan berwibawa, seakan-akan langit dan bumi sirna ketika aku memandang kelembutan dan kedamaian di wajahnya, berkata Anas bin Malik Ra.: “Belum pernah kami melihat pemandangan yang lebih menakjubkan dari wajah sang Nabi Saw.” (Shahih Bukhari)

Itu adalah di masa Anas bin Malik Ra., namun di masaku aku menemukan cahaya keindahan itu, sebagaimana sabda Nabiku Saw.: “Maukah kalian kuberitahu siapakah yang mulia diantara kalian? Mereka adalah yang jika dipandang wajahnya membuatmu ingat pada Allah.” (HR. Bukhari dalam Adabul Mufrad).

Kota Tarim, Hadhramaut, Yaman adalah kota kedamaian, cuaca panas terik yang bisa mencapai 45 derajat celcius, namun terik matahari itu sirna dan sejuk dengan keberadaan para ulama shalihin berwajah sejuk dan damai.

Mereka lepas dari segala racun keduniawian, mereka lepas dari segala ketamakan, mereka lepas dari sifat iri dengki, sombong dan segala penyakit hati yang hina, mereka selalu membawa kedamaian di manapun mereka berada, airmata yg selalu mengalir dalam doa dan munajat, telapak tangan yang selalu terangkat ke hadirat Yang Maha Suci dan Maha Abadi, membuat tangan tangan mereka berhak diperebutkan dan diciumi untuk mendapatkan keberkahan Ilahiah dari munajat dan doa mereka. Selalu berlemah lembut bahkan pada para pendosa dan hamba yang berlumur kesalahan.

Airmataku terus mengalir tak kunjung henti jika memandang wajah Guru...
Airmata cinta...
Airmata haru pada kelembutannya...
Airmata semangat bakti padanya dengan jiwa dan raga...
Airmata rindu dan selalu ingin bersamanya...
Airmata penyesalan atas perbuatan yg mengecewakannya...

Wajah yang merupakan qith’ah (potongan) dari wajah Nabi Saw.
Wajah yang ketika dipandang akan mengingatkan kita pada Allah.

Keterangan foto: Foto Guru Mulia al-Habib Umar bin Hafidz inilah foto yang terakhir kali menghiasi dan mengiringi kepergian al-Habib Mundzir bin Fuad al-Musawa dari dunia yang fana ini. Semoga cintanya dan cinta kita semuanya menyatu. Aamiin.

Selasa, 17 September 2013





WAFATNYA ULAMA BENCANA BAGI ALAM SEMESTA

Dalam kitab Tanqih al-Qaul, al-Imam al-Hafidz Jalaluddin bin Abdurrahman bin Abubakar as-Suyuthi menuliskan dalam kitabnya sebuah hadits bahwa Rasulullah Saw. bersabda:

وقال عليه الصلاة والسلام: {مَنْ لَمْ يَحْزَنْ لِمَوْتِ العَالِمِ، فَهُوَ مُنَافِقٌ مُنَافِقٌ مُنَافِقٌ} قالها ثلاث مرات

“Barangsiapa yang tidak sedih dengan kematian ulama maka dia adalah munafik.”

Menangislah, karena meninggalnya seorang ulama adalah sebuah perkara yang besar di sisi Allah. Sebuah perkara yang akan mendatangkan konsekuensi bagi kita yang ditinggalkan jika kita ternyata bukan orang-orang yang senantisa mendengar petuah mereka. Menangislah, jika kita ternyata selama ini belum ada rasa cinta di hati kita kepada para ulama.


عن ابن عباس ، في قوله تعالى : أَوَلَمْ يَرَوْا أَنَّا نَأْتِي الأَرْضَ نَنْقُصُهَا مِنْ أَطْرَافِهَا سورة الرعد آية 41 قال : موت علمائها . وللبيهقي من حديث معروف بن خربوذ ، عن أبي جعفر ، أنه قال : موت عالم أحب إلى إبليس من موت سبعين عابدا .

Ibnu Abbas Ra. berkata tentang firman Allah: “Dan apakah mereka tidak melihat bahwa sesungguhnya Kami mendatangi daerah-daerah, lalu Kami kurangi daerah-daerah itu (sedikit demi sedikit) dari tepi-tepinya?” (QS. ar-Ra’d ayat 41). Beliau mengatakan tentang (مِنْ أَطْرَافِهَا = dari tepi-tepinya) adalah wafatnya para ulama.”

Dan menurut Imam Baihaqi dari hadits Ma’ruf bin Kharbudz dari Abu Ja’far Ra. berkata: “Kematian ulama lebih dicintai Iblis daripada kematian 70 orang ahli Ibadah.”

Al-Quran secara implisit mengisyaratkan wafatnya ulama sebagai sebuah penyebab kehancuran dunia, yaitu firman Allah Swt. yang berbunyi:


أَوَلَمْ يَرَوْا أَنَّا نَأْتِي الأرْضَ نَنْقُصُهَا مِنْ أَطْرَافِهَا وَاللَّهُ يَحْكُمُ لا مُعَقِّبَ لِحُكْمِهِ وَهُوَ سَرِيعُ الْحِسَابِ

“Dan apakah mereka tidak melihat bahwa sesungguhnya Kami mendatangi daerah-daerah, lalu Kami kurangi daerah-daerah itu (sedikit demi sedikit) dari tepi-tepinya?” (QS. ar-Ra’d ayat 41).

Menurut beberapa ahli tafsir seperti Ibnu Abbas dan Mujahid, ayat ini berkaitan dengan kehancuran bumi (kharab ad-dunya). Sedangkan kehancuran bumi dalam ayat ini adalah dengan meninggalnya para ulama. (Tafsir Ibnu Katsir juz 4 halaman 472).

Rasulullah Saw. yang menegaskan ulama sebagai penerusnya, juga menegaskan wafatnya para ulama sebagai musibah. Rasulullah Saw. bersabda:


مَوْتُ الْعَالِمِ مُصِيبَةٌ لا تُجْبَرُ ، وَثُلْمَةٌ لا تُسَدُّ , وَنَجْمٌ طُمِسَ ، مَوْتُ قَبِيلَةٍ أَيْسَرُ مِنْ مَوْتِ عَالِمٍ

“Meninggalnya ulama adalah musibah yang tak tergantikan, dan sebuah kebocoran
yang tak bisa ditambal. Wafatnya ulama laksana bintang yang padam. Meninggalnya satu suku lebih mudah bagi saya daripada meninggalnya satu orang ulama.” (HR. ath-Thabarani dalam Mu’jam al-Kabir dan al-Baihaqi dalam Syu’ab al-Iman dari Abu Darda).

Wafatnya Ulama Adalah Hilangnya Ilmu

Umat manusia dapat hidup bersama para ulama adalah sebagian nikmat yang agung selama di dunia. Semasa ulama hidup, kita dapat mencari ilmu kepada mereka, memetik hikmah, mengambil keteladanan dan sebagainya. Sebaliknya, ketika ulama wafat, maka hilanglah semua nikmat itu. Hal inilah yang disabdakan oleh Rasulullah Saw.: 


خُذُوا الْعِلْمَ قَبْلَ أَنْ يَذْهَبَ ” ، قَالُوا : وَكَيْفَ يَذْهَبُ الْعِلْمُ يَا نَبِيَّ اللَّهِ، قَالَ:إِنَّ ذَهَابَ الْعِلْمِ أَنْ يَذْهَبَ حَمَلَتُهُ

“Ambillah (pelajarilah) ilmu sebelum ilmu pergi.” Sahabat bertanya: “Wahai Nabiyullah, bagaimana mungkin ilmu bisa pergi (hilang)?” Rasulullah Saw. menjawab: “Perginya ilmu adalah dengan perginya (wafatnya) orang-orang yang membawa ilmu (ulama).” (HR. ad-Darimi, ath-Thabarani no. 7831 dari Abu Umamah).

Wafatnya ulama juga memiliki dampak sangat besar, diantaranya munculnya pemimpin baru yang tidak mengerti tentang agama sehinga dapat menyesatkan umat, sebagaimana dalam hadits sahih: 


إن الله لا يقبض العلم انتزاعا ينتزعه من الناس ، ولكن يقبض العلم بقبض العلماء حتى إذا لم يترك عالما اتخذ الناس رءوسا جهالا فسئلوا فأفتوا بغير علم فضلوا وأضلوا

“Sesungguhnya Allah tidak mencabut ilmu dari hambaNya, tetapi mencabut ilmu dengan mencabut para ulama. Sehingga ketika Allah tidak menyisakan satu ulama, maka manusia mengangkat pemimpin-pemimpin bodoh, mereka ditanya kemudian memberi fatwa tanpa ilmu, maka mereka sesat dan menyesatkan.” (HR. Bukhari no. 100).

Kendatipun telah banyak kyai atau ulama yang telah wafat, dan wafatnya kyai atau ulama adalah sebuah musibah dalam agama, maka harapan kita adalah lahirnya kembali ulama yang meneruskan perjuangannya. Aamiin


Harapan ini sebagaimana yang dikutip oleh Imam al-Ghazali dari Khalifah Ali bin Abi Thalib Ra.:

إذا مات العالم ثلم في الإسلام ثلمة لا يسدها الا خلف منه

“Jika satu ulama wafat, maka ada sebuah lubang dalam Islam yang tak dapat ditambal kecuali oleh generasi penerusnya.” (Ihya ‘Ulumiddin juz 1 halaman 15)

 Wallahu a’lam bi ash-Shawab.

KH. HASYIM ASY'ARI DAN KH. AHMAD DAHLAN

“Sang Pencerah dan Sang Penakluk Badai”


1. KH. Ahmad Dahlan (Yogyakarta, 1868-1923)

Beliaulah Muhammad Darwis bin Abu Bakar bin Muhammad Sulaiman bin Murtadha bin Ilyas bin Demang Djurung Djuru Kapindo bin Demang Djurung Djuru Sapisan bin Sulaiman (Ki Ageng Gribig) bin Muhammad Fadhlullah (Prapen) bin Maulana ‘Ainul Yaqin (Sunan Giri).

Muhammadiyyah lahir 18 November 1912/8 Dzullhijjah 1330, dengan pondasi ayat: “Dan hendaklah ada di antara kalian segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar, merekalah orang-orang yang beruntung.” (QS. Ali Imran ayat 104).


2. KH. Hasyim Asy’ari (Jombang, 1875-1947)

Beliaulah Muhammad Hasyim bin Asy’ari bin Abu Sarwan bin Abdul Wahid bin Abdul Halim bin Abdurrahman (Pangeran Samhud Bagda) bin Abdul Halim (Pangeran Benawa) bin Abdurrahman (Jaka Tingkir) bin Maulana ‘Ainul Yaqin (Sunan Giri).

Nahdlatul Ulama lahir 31 Januari 1926/16 Rajab 1344, dengan pondasi ayat: “Dan berpeganglah kalian kepada tali (agama) Allah, dan janganlah bercerai berai, dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika kalian dahulu bermusuh-musuhan, maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kau karena nikmat Allah, orang-orang yang bersaudara; dan kau telah berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkanmu dari padanya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayatNya kepadamu agar kalian mendapat petunjuk.” (QS. Ali Imran ayat 103).


MBAH HASYIM ASY'ARI DAN MBAH AHMAD DAHLAN

Oleh: KH. Yahya Cholil Staquf

Hadhratus Syaikh Muhammad Hasyim bin Asy’ari Basyaiban adalah kyai semesta. Guru dari segala kyai di tanah Jawa. Beliau kyai paripurna. Apapun yang beliau dawuhkan menjadi tongkat penuntun seumur hidup bagi santri-santrinya, bahkan sesudah wafatnya.

Nahdlatul Ulama adalah warisan beliau yang terus dilestarikan hingga para cucu-santri dan para buyut-santri, hingga sekarang. Segerombol jama’ah dalam merek jam’iyyah yang kurang rapi, sebuah ikatan yang ideologinya susah diidentifikasi, identitas yang nyaris tanpa definisi, tapi toh begitu terasa balutannya, bagi mereka yang -entah kenapa- mencintainya.

Barangkali karena memang Nahdlatul Ulama itu ikatan yang azali, cap yang dilekatkan pada ruh sejak dari sononya, sebagaimana Hadhratus Syaikh sendiri mencandranya:

بيني وبينكم في المحبة نسبة
مستورة في سر هذا العالم
نحن الذون تحاببت أرواحنا
من قبل خلق الله طينة آدم

“Antara aku dan kalian ada tautan cinta
Tersembunyi dibalik rahasia alam
Arwah kita sudah saling mencinta
Sebelum Allah mencipta lempungnya Adam.”

Ke-NU-an sejati ada di hati, bukan nomor anggota.

Kyai Abdul Karim Hasyim, putera Hadhratus Syaikh sendiri, menolak ikut ketika NU keluar dari Masyumi. Demikian pula salah seorang santri Hadhratus Syaikh, Kyai Majid, ayahanda Almarhum Prof. Dr. Nurcholis Majid. Mereka berdua memilih tetap di dalam Masyumi. Apakah mereka tak lagi NU? Belum tentu. Mereka memilih sikap itu karena berpegang pada pernyataan Hadhratus Syaikh semasa hidupnya (NU keluar dari Masyumi sesudah Hadlratusy Syaikh wafat): “Masyumi adalah satu-satunya partai bagi ummat Islam Indonesia!”

Apakah sikap pilihan mereka itu mu’tabar atau tidak, adalah soal ijtihadi. Tapi saya sungguh ingin mempercayai bahwa di hati mereka berdua tetap bersemayam ke-NU-an yang berpendar-pendar cahayanya.

Pada suatu hari di awal abad ke-20, salah seorang santri datang ke Tebuireng untuk mengadu. Santri itu Basyir namanya, berasal dari kampung Kauman, Yogyakarta. Kepada kyai panutan mutlaknya itu, santri Basyir mengadu tentang seorang tetangganya yang baru pulang dari mukim di Makkah, yang kemudian membuat odo-odo “aneh” sehingga memancing kontroversi di antara masyarakat kampungnya.

“Siapa namanya?” tanya Hadhratus Syaikh.

“Ahmad Dahlan”

“Bagaimana ciri-cirinya?”

Santri Basyir menggambarkannya.

“Oh! Itu Kang Dahlan!” Hadhratus Syaikh berseru gembira. Orang itu, beliau sudah mengenalnya. Teman semajlis dalam pengajian-pengajian Syaikh Khatib al-Minangkabawi di Makkah sana.

“Tidak apa-apa”, kata Hadhratus Syaikh, “yang dia lakukan itu ndalan (ada dasarnya). Kamu jangan ikut-ikutan memusuhinya. Malah sebaiknya kamu bantu dia”.

Santri Basyir patuh. Maka ketika kemudian Kyai Ahmad Dahlan medirikan Muhammadiyah, Kyai Basyir adalah salah seorang tangan kanan utamanya.

Apakah Kyai Basyir “tak pernah NU”? Belum tentu. Puteranya, Azhar bin Basyir, beliau titipkan kepada Kyai Abdul Qodir Munawwir (Kakak ipar Kyai Ali Ma’shum) di Krapyak, Yogyakarta, untuk memperoleh pendidikan al-Quran dan ilmu-ilmu agama lainnya. Pengajian-pengajian Kyai Ali Ma’shum pun tak ditinggalkannya.

Belakangan, Kyai Azhar bin Basyir terpilih sebagai Ketua Umum PP Muhammadiyah menggantikan AR Fahruddin. Kepada teman sekombong saya, Rustamhari namanya, anak Godean yang menjadi Ketua Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah UGM, saya gemar meledek: “Kamu nggak usah macam-macam”, kata saya waktu itu, “ketuamu itu ORANG NU!”

*********************************************************************

نفعنا الله بعلومهما وأمتنا في طريقتهما

“Semoga Allah memberikan kemanfaatan kepada kita berkat ilmu beliau berdua dan wafatkanlah kami dalam thariqah mereka berdua.”

Aamiin yaa Mujiibassaailiin.

GURU DAN AMALIAH KH. AHMAD DAHLAN (MUHAMMADIYYAH) DAN KH. HASYIM ASY’ARI (NU) ADALAH SAMA TIADA PERBEDAAN





GURU DAN AMALIAH KH. AHMAD DAHLAN (MUHAMMADIYYAH) DAN KH. HASYIM ASY’ARI (NU) ADALAH SAMA TIADA PERBEDAAN

Tulisan kali ini hendak mempertegas tulisan kami yang telah lalu berjudul “Sejarah Awal Muhammadiyah yang Terlupakan”, dimana banyak dari kita belum tahu atau sengaja melupakan sejarah awal Muhammadiyyah.

Secara ringkas kami katakan bahwa, KH. Ahmad Dahlan (pendiri Muhammadiyyah pada 18 November 1912/8 Dzull Hijjah 1330) dengan KH. Hasyim Asy’ari (pendiri NU pada 31 Januari 1926/16 Rajab 1344) adalah satu sumber guru dengan amaliah ubudiyah yang sama. Bahkan keduanya pun sama-sama satu nasab dari Maulana ‘Ainul Yaqin (Sunan Giri).

Berikut kami kutip kembali ringkasan “Kitab Fiqih Muhammadiyyah”, penerbit Muhammadiyyah Bagian Taman Poestaka Jogjakarta, jilid III, diterbitkan tahun 1343 H/1925 M, dimana hal ini membuktikan bahwa amaliah kedua ulama besar di atas tidak berbeda:

1. Niat shalat memakai bacaan lafadz: “Ushalli Fardha...” (halaman 25).
2. Setelah takbir membaca: “Allahu Akbar Kabiran Walhamdulillahi Katsira...” (halaman 25).
3. Membaca surat al-Fatihah memakai bacaan: “Bismillahirrahmanirrahim” (halaman 26).
4. Setiap shalat Shubuh membaca doa Qunut (halaman 27).
5. Membaca shalawat dengan memakai kata: “Sayyidina”, baik di luar maupun dalam shalat (halaman 29).
6. Setelah shalat disunnahkan membaca wiridan: “Istighfar, Allahumma Antassalam, Subhanallah 33x,     Alhamdulillah 33x, Allahu Akbar 33x” (halaman 40-42).
7. Shalat Tarawih 20 rakaat, tiap 2 rakaat 1 salam (halaman 49-50).
8. Tentang shalat & khutbah Jum’at juga sama dengan amaliah NU (halaman 57-60).

KH. Ahmad Dahlan sebelum menunaikan ibadah haji ke tanah suci bernama Muhammad Darwis. Seusai menunaikan ibadah haji, nama beliau diganti dengan Ahmad Dahlan oleh salah satu gurunya, as-Sayyid Abubakar Syatha ad-Dimyathi, ulama besar yang bermadzhab Syafi’i.

Jauh sebelum menunaikan ibadah haji, dan belajar mendalami ilmu agama, KH. Ahmad Dahlan telah belajar agama kepada asy-Syaikh KH. Shaleh Darat Semarang. KH. Shaleh Darat adalah ulama besar yang telah bertahun-tahun belajar dan mengajar di Masjidil Haram Makkah.

Di pesantren milik KH. Murtadha (sang mertua), KH. Shaleh Darat mengajar santri-santrinya ilmu agama, seperti kitab al-Hikam, al-Munjiyyat karya beliau sendiri, Lathaif ath-Thaharah, serta beragam ilmu agama lainnya. Di pesantren ini, Mohammad Darwis ditemukan dengan Hasyim Asy’ari. Keduanya sama-sama mendalami ilmu agama dari ulama besar Syaikh Shaleh Darat.

Waktu itu, Muhammad Darwis berusia 16 tahun, sementara Hasyim Asy’ari berusia 14 tahun. Keduanya tinggal satu kamar di pesantren yang dipimpin oleh Syaikh Shaleh Darat Semarang tersebut. Sekitar 2 tahunan kedua santri tersebut hidup bersama di kamar yang sama, pesantren yang sama dan guru yang sama.

Dalam keseharian, Muhammad Darwis memanggil Hasyim Asy’ari dengan panggilan “Adik Hasyim”. Sementara Hasyim Asy’ari memanggil Muhammad Darwis dengan panggilan “Mas atau Kang Darwis”.

Selepas nyantri di pesantren Syaikh Shaleh Darat, keduanya mendalami ilmu agama di Makkah, dimana sang guru pernah menimba ilmu bertahun-tahun lamanya di Tanah Suci itu. Tentu saja, sang guru sudah membekali akidah dan ilmu fikih yang cukup. Sekaligus telah memberikan referensi ulama-ulama mana yang harus didatangi dan diserap ilmunya selama di Makkah.

Puluhan ulama-ulama Makkah waktu itu berdarah Nusantara. Praktek ibadah waktu itu seperti wiridan, tahlilan, manaqiban, maulidan dan lainnya sudah menjadi bagian dari kehidupan ulama-ulama Nusantara. Hampir semua karya-karya Syaikh Muhammad Yasin al-Faddani, Syaikh Muhammad Mahfudz at-Turmusi dan Syaikh Khaathib as-Sambasi menuliskan tentang madzhab Syafi’i dan Asy’ariyyah sebagai akidahnya. Tentu saja, itu pula yang diajarkan kepada murid-muridnya, seperti KH. Ahmad Dahlan, KH. Hasyim Asy’ari, KH. Wahab Hasbullah, Syaikh Abdul Qadir Mandailing dan selainnya.

Seusai pulang dari Makkah, masing-masing mengamalkan ilmu yang telah diperoleh dari guru-gurunya di Makkah. Muhammad Darwis yang telah diubah namanya menjadi Ahmad Dahlan mendirikan persarikatan Muhammadiyyah. Sedangkan Hasyim Asy’ari mendirikan NU (Nahdlatul Ulama). Begitulah persaudaraan sejati yang dibangun sejak menjadi santri Syaikh Shaleh Darat hingga menjadi santri di Tanah Suci Makkah. Keduanya juga membuktikan, kalau dirinya tidak ada perbedaan di dalam urusan akidah dan madzhabnya.

Saat itu di Makkah memang mayoritas bermadzhab Syafi’i dan berakidahkan Asy’ari. Wajar, jika praktek ibadah sehari-hari KH. Ahmad Dahlan persis dengan guru-gurunya di Tanah Suci. Seperti yang sudah dikutipkan di awal tulisan, semisal shalat Shubuh KH. Ahmad Dahan tetap menggunakan Qunut, dan tidak pernah berpendapat bahwa Qunut sholat subuh Nabi Muhammad Saw adalah Qunut Nazilah. Karena beliau sangat memahami ilmu hadits dan juga memahami ilmu fikih.

Begitupula Tarawihnya, KH. Ahmad Dahlan praktek shalat Tarawihnya 20 rakaat. Penduduk Makkah sejak berabad-abad lamanya, sejak masa Khalifah Umar bin Khattab Ra., telah menjalankan Tarawih 20 rakaat dengan 3 witir, sehingga sekarang. Jumlah ini telah disepakati oleh sahabat-sahabat Nabi Saw. Bagi penduduk Makkah, Tarawih 20 rakaat merupakan ijma’ (konsensus kesepakatan) para sahabat Nabi Saw.

Sedangkan penduduk Madinah melaksanakan Tarawih dengan 36 rakaat. Penduduk Makkah setiap pelaksanaan Tarawih 2 kali salaman, semua beristirahat. Pada waktu istirahat, mereka mengisi dengan thawaf sunnah. Nyaris pelaksanaan shalat Tarawih hingga malam, bahkan menjelang Shubuh. Di sela-sela Tarawih itulah keuntungan penduduk Makkah, karena bisa menambah pahala ibadah dengan thawaf. Maka bagi penduduk Madinah untuk mengimbangi pahala dengan yang di Makkah, mereka melaksanakan Tarawih dengan jumlah lebih banyak.

Jadi, baik KH. Ahmad Dahlan dan KH. Hasyim Asy’ari tidak pernah ada perbedaan di dalam pelaksanaan ubudiyah. Ketua PP. Muhammdiyah, Yunahar Ilyas pernah menuturkan: “KH. Ahmad Dahlan pada masa hidupnya banyak menganut fiqh madzhab Syafi’i, termasuk mengamalkan Qunut dalam shalat Shubuh dan shalat Tarawih 23 rakaat. Namun, setelah berdirinya Majelis Tarjih pada masa kepemimpinan KH. Mas Manshur, terjadilah revisi-revisi, termasuk keluarnya Putusan Tarjih yang menuntunkan tidak dipraktekkannya doa Qunut di dalam shalat Shubuh dan jumlah rakaat shalat Tarawih yang sebelas rakaat.”

Sedangkan jawaban enteng yang dikemukan oleh dewan tarjih saat ditanyakan: “Kenapa ubudiyyah (praktek ibadah) Muhammadiyyah yang dulu dengan sekarang berbeda?” Alasan mereka adalah karena “Muhammadiyyah bukan Dahlaniyyah”.

Masihkah diantara kita yang gemar mencela dan mengata-ngatai amaliah-amaliah Ahlussunnah wal Jama’ah Nahdlatul Ulama sebagai amalan bid’ah, musyrik dan sesat?