Jumat, 20 September 2013

MENJAWAB FATWA SESAT WAHABI SALAFI MENCIUM TANGAN KYAI ATAU ULAMA

HUKUM MENCIUM TANGAN KYAI ATAU ULAMA
(Diskusi Salafi Wahabi tentang "tradisi" cium tangan Kyai/Ulama)

Belakangan kelompok yang mengaku membawa jargon “basmi TBC” semakin menyebar di masyarakat kita. Mereka tidak sadar, sebenarnya meraka sendiri yang terkena “TBC”. Label mereka “Salafiyyah”, padahal sebenarnya mereka “Talafiyyah” (kaum perusak). Di antara masalah yang mereka pandang sebagai bid’ah sesat, bahkan sebagian mereka menyebutnya sebagai perbuatan syirik, adalah masalah “cium tangan seorang Kyai atau Ulama”. Tanpa alasan yang jelas mereka mengatakan bahwa mencium tangan seorang Kyai atau Ulama adalah perbuatan bid’ah, bahkan mendekati syirik, dengan alasan bahwa hal tersebut akan menimbulkan kultus individu.

Kita simak dulu diskusi antara Salafi Wahabi (Sawah) dengan orang Aswaja

Aswaja :”Kenapa anda menentang praktik cium tangan disaat bersalaman?”
Sawah :”Iya, karena itu tidak ada tuntunannya !!
Aswaja :”Lah, maksudnya tuntunannya siapa mas?”
Sawah :”Ya nabi kita Muhammad dong !!
Aswaja :”Kok bisa begitu? Inikan bukan ibadah? Bukan lagi masalah agama?”
Sawah :”Iya, tapi ngapain hingga mencium tangan seperti itu segala?”

Saya:”Mas.. kami melakukan ini sebagai bentuk penghormatan… saya kira ini masalah akhlakul karimah?”
Sawah :”Kalau anda menganggap ini termasuk akhlakul karimah, maka anda harus meniru orang yang akhlaknya paling mulia dimuka bumi ini, yaitu Nabi Muhammad !!

Aswaja :”Ok… ini mas saya menemukan sebuah hadits yang berhubungan dengan masalah ini, yaitu:
Cerita Ibnu Umar bersama sahabat yang lain, mereka mencium tangan Nabi?”
Sawah :”Yang ceritanya mereka lari dari peperangan itukah?

inilah hadits yang saya maksud itu:

Dari Ibnu Umar ra. Dia bercerita disaat dia menjadi salah satu pasukan infantri Rasulullah saw. Dia menuturkan:” Pada suatu hari kami berada dalam suatu pertempuran. Orang orang pada berlari menjauh dari peperangan tersebut karena mengalami keadaan yang delematis dan saya termasuk dari mereka itu. Kemudian dia melanjutkan ceritanya:”Kemudian kami semua akhirnya duduk untuk menghadap kepada baginda Rasulullah saw menjelang shalat subuh. Lalu keluarlah Rasul hendak menunaikan shalat subuhnya, maka kami berdiri dan kami berkata:” :”Kami orang orang yang lari (dari peperangan)pent. Kemudian nabi menghampiri kami seraya berkata:”Tidak !! tapi kalian adalah orang orang yang mundur/lari, tapi untuk bergabung dengan yang lain (siasat perang-pent). Ibnu Umar ra berkata:”Maka kami langsung mendekati beliau lalu kami mencium tangannya.

Aswaja :”Iya mas… bagaimana tuh?” saya kira ini sudah jelas?”
Sawah :” Hadis diatas diriwayatkan oleh Abi Dawud (2647)
Imam Tirmidzi (1716)
Imam Ahmad (2/70),
Imam Baihaqi (9/73)
Hadits ini lemah mas !! coba anda lihat dalam kitab “DHOIF ABI DAWUD” milik syekh Al Bani.

Aswaja :”Tapi hadits lemah khan boleh diamalkan?” setahu saya begitu…
Sawah :”Iya, tapi tidak bisa anda buat landasan hukum atau hujjah !!
Aswaja :”Lemahnya hadits ini terletak pada apanya mas?”
Dia:”Barangkali dari rawinya mas, anda cek aja langsung dalam kitabnya syekh Albani tsb. Kok repot !!
Aswaja :”Lantas bagaimana dengan hadits Tsabit yang mencium tangan sahabat Anas bin malik?” bukankah ini cukup untuk menjadi tendensi sebuah respek seorang Tabi’in terhadap sahabat Nabi?”
inilah hadits yang saya maksud itu:

Ibnu Uyaynah bercerita dari Ibnu Jad’aan: Tsabit bertanya kepada Anas bin malik ra:”Apakah anda pernah menyentuh Rasulullah saw dengan tangan anda?’Anas ra menjawab:”Ya!Maka si Tsabit langsung mencium tangannya.
Sawah :”Itu diriwayatkan oleh imam Ahmad dan itu derajatnya hadits dhoif juga mas !!
Aswaja :”Tapi hadits tersebut juga diriwayatkan oleh imam Bukhari dalam kitab Adabul Mufradnya…
Sawah :”Iya saya tahu, dalam kitab Bukhari yang berjudul Adabul Mufrad ada juga haditsnya yang dhoif, jadi hadits yang anda kemukakan itu statusnya lemah mas… coba anda lihat dalam kitab “DHO’IFU ADABUL MUFRAD hlm.973 karya syekh Albani.


Aswaja :”Mas ini saya ada hadits pamungkasku, mohon didengar dengan teliti dan seksama

“Abdurrahman bin Razin bercerita: Kami berjalan jalan di daerah Ribdzah kemudian ada yang mengatakan kepada kami: Disini Salmah bin Al Akwa’ tinggal (sahabat nabi) Kemudian saya mendatangi beliau. Saya mengucapkan salam kepadanya. Dia mengeluarkan tangannya seraya berkata:”Saya pernah berbai’at kepada Nabi dengan kedua tangan saya ini. Lantas dia mengulurkan telapak tangannya yang besar seakan akan seperti telapaknya unta, maka kami langsung berdiri meraih telapak tangan beliau kamudian kami menciumnya.

Aswaja :”Gimana mas?” Bukankah ini telah disebutkan oleh ibnu hajar dalam Fathul Barinya dengan mengakatan bahwa hadits ini “Hasan”.
Sawah :”Maaf, anda mengambil dari mana hadits tersebut?”
Aswaja :”Lha khan sudah saya bilang mas… coba anda cek kitab Fathul Bari milik ibnu hajar. Tepatnya juz 11 hlm.57.
Sawah :”Yang lain aja mas… dari kitab hadits apa gitu !!
Aswaja :”Hahahaha.. tidak punya kitab Fathul Bari ya mas?”
Sawah :”Sekali lagi saya tanyakan, kalau tidak dijawab, akan ku hentikan diskusi ini !!
Aswaja :”Wah… kok emosi gitu mas… sudahlah… apakah komentar derajat “HASAN” dalam hadits tersebut dari ibnu hajar masih belum bisa anda terima?”
Sawah :”Sudahlah… ada di kitab hadits mana hadits tersebut????
Aswaja :”Baiklah… coba anda buka kitab ADABUL MUFRAD hadits nomor 973.
Sawah :”Yaahhh… kitab Adabul Mufrad lagi…. Khan sudah saya bilang, meski itu karangannya imam Bukhari tapi tidak sama dengan kitab SHOHIH nya mas… jangan jangan nanti dhoif lagi !! hahaha..

Aswaja :”Mas…. Jangan ngomong terus dong… cepat lihat sana !!
Sawah :”Iya… ini sudah bisa aku temukan….
Aswaja :”Bagaimana?” apa komentar syekh Albani mengenai hadits tersebut?” katanya anda tadi punya kitab seleksi hadits Adabul Mufrad milik syekh Albani…?
Sawah :”Iya… beliau mengatakan hadits ini berderajat “HASAN”

Aswaja :’Hahahahha.. gimana mas, puaskah??? Masihkan anda berkomentar? Atau mau meremehkan?” berarti hadits tersebut tidak dhoif khan?”
Sawah :”iya yaaa…

Aswaja :”Hahahaha… saya kira diskusi kita ini selesai mas… Namun jika anda masih kurang puas dengan ini semua, anda tidak suka fenomena cium tangan dalam masyarakat kita, atau anda tidak suka dicium tangannya oleh orang lain, ya sudah… cukup anda diam… jangan menyalahkan mereka, bahkan jangan hingga membid’ahkan kami yang melakukan itu… Saya kira ini adalah sifat dan sikap terpuji anda dan golongan anda !!

Dan ternyata cium tangan saat berjabatan itu ada tuntunannya !!

Sawah:”iya… Assalamu’alaikum…
Aswaja:”Lho kok ???....
Wa’alaikumussalam…

MENGAPA SANTRI MENCIUM TANGAN KYAI/ULAMA ???

Mencium tangan para Kyai atau Ulama merupakan perbuatan yang dianjurkan agama. Karena perbuatan itu merupakan salah satu bentuk penghormatan kepada mereka.
Dalam sebuah hadits dijelaskan:

Dari Zari’ ketika beliau menjadi salah satu delegasi suku Abdil Qais, beliau berkata, Ketika sampai di Madinah kami bersegera turun dari kendaraan kita, lalu kami mengecup tangan dan kaki Nabi s.a.w. (H.R. Abu Dawud).

Dari Ibnu Jad’an ia berkata kepada Anas bin Malik, apakah engkau pernah memegang Nabi dengan tanganmu ini ?. Sahabat Anas berkata : ya, lalu Ibnu Jad’an mencium tangan Anas tersebut. (H.R. Bukhari dan Ahmad)

Dari Jabir r.a. sesungguhnya Umar mencium tangan Nabi.(H.R. Ibnu al-Muqarri).

Dari Abi Malik al-Asyja’i berkata : saya berkata kepada Ibnu Abi Aufa r.a. “ulurkan tanganmu yang pernah engkau membai’at Rasul dengannya, maka ia mengulurkannya dan aku kemudian menciumnya.(H.R. Ibnu al-Muqarri).

Dari Shuhaib ia berkata : saya melihat sahabat Ali mencium tangan sahabat Abbas dan kakinya. (H.R. Bukhari)
Atas dasar hadits-hadits tersebut di atas para ulama menetapkan hukum sunah mencium tangan, ulama, guru, orang shaleh serta orang-orang yang kita hormati karena agamanya.
Berikut ini adalah pendapat ulama :

1. Ibnu Hajar al-Asqalani
Imam Ibnu Hajar al-Asqalani telah menyitir pendapat Imam Nawawi sebagai berikut :
Imam Nawawi berkata : mencium tangan seseorang karena zuhudnya, kebaikannya, ilmunya, atau karena kedudukannya dalam agama adalah perbuatan yang tidak dimakruhkan, bahkan hal yang demikian itu disunahkan.
Pendapat ini juga didukung oleh Imam al-Bajuri dalam kitab “Hasyiah”,juz,2,halaman.116.

2. Imam al-Zaila’i
Beliau berkata :
(dibolehkan) mencium tangan seorang ulama dan orang yang wira’i karena mengharap barakahnya.

Wallahu a'lam....

Tidak ada komentar:

Posting Komentar